Ahad 27 Jun 2021 15:42 WIB

Implementasi dan Pengawasan PPKM Mikro Masih Kurang

Implementasinya sangat kurang, atau bahkan tidak dilakukan kebijakan yang dikeluarkan

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Gita Amanda
Petugas Satpol PP Kabupaten Badung menghentikan warga negara asing (WNA) yang melanggar protokol kesehatan saat operasi penertiban prokes dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro di Desa Canggu, Badung, Bali, Jumat (25/6/2021). Tim satgas gabungan menindak sebanyak 18 orang WNA yang berasal dari berbagai negara tersebut untuk memberikan efek jera agar menerapkan protokol kesehatan dalam upaya pencegahan penyebaran varian baru COVID-19 di kawasan pariwisata itu.
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Petugas Satpol PP Kabupaten Badung menghentikan warga negara asing (WNA) yang melanggar protokol kesehatan saat operasi penertiban prokes dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro di Desa Canggu, Badung, Bali, Jumat (25/6/2021). Tim satgas gabungan menindak sebanyak 18 orang WNA yang berasal dari berbagai negara tersebut untuk memberikan efek jera agar menerapkan protokol kesehatan dalam upaya pencegahan penyebaran varian baru COVID-19 di kawasan pariwisata itu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Laura Navika Yamani, menilai, kebijakan penanganan Covid-19 yang dibuat pemerintah sudah baik. Namun, pada implementasinya masih banyak menemui kendala dan bahkan ada yang tidak diterapkan.

"Kebijakan terkait penanganan dari Covid-19 yang sudah dikeluarkan pemerintah itu bagus. Tapi memang kendalanya adalah implementasi. Implementasinya sangat kurang, atau bahkan tidak dilakukan kebijakan yang sudah dikeluarkan itu," kata Laura, dihubungi Republika, Ahad (27/6).

Selain itu, menurutnya, di tingkat pemerintah terdapat kebijakan-kebijakan yang kontradiktif. Misalnya, Kementerian Kesehatan ingin mengurangi dengan ketat mobilisasi masyarakat. Namun, di saat yang sama pemerintah tetap membuka tempat wisata.

Menurut Laura, hal semacam ini bisa memancing masyarakat untuk melakukan mobilisasi. Masyarakat menjadi merasa dipancing dan diperbolehkan untuk keluar dan melakukan wisata ke tempat-tempat yang akhirnya menimbulkan kerumunan.

"Padahal pandemi Covid-19 ini kan masih berlangsung. Artinya, kurang tegasnya terkait kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, terkesan kontradiktif, kemudian implementasinya sangat kurang. Kalau kebijakannya sudah bagus, tapi ternyata tidak terimplementasi secara maksimal," kata dia lagi.

Selain itu, Laura menambahkan, masalah lainnya yakni masih kurangnya pengawasan di lapangan. Ketidaktegasan dalam hal pemberian sanksi kepada pelanggar juga masih terjadi. Menurut Laura, hal ini bisa berkontribusi memunculkan peningkatan kasus.

Ia berpendapat, penegasan dan pengawasan pelaksanaan PPKM Mikro di lapangan harus dilakukan dengan ketat. Tidak lupa juga evaluasi yang harus secara terbuka diberikan kepada masyarakat.

Evaluasi, lanjut Laura juga harus berdasarkan data riil di lapangan. Menurutnya, jangan sampai suatu daerah dikatakan berhasil menangani Covid-19 namun tidak jelas indikator keberhasilannya.

"Jadi jangan sekadar mengeklaim daerah ini berhasil mengendalikan kasus. Tapi yang dikatakan bisa mengendalikan kasus itu indikatornya seperti apa. Informasi terkait evaluasi ini juga kurang transparan," ujar Laura.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement