Jumat 25 Jun 2021 20:48 WIB

Juni yang Mengkhawatirkan, Nakes Kembali Berguguran

IDI menyebut pada Juni ini sebanyak 27 dokter meninggal.

Petugas kesehatan menggunakan alat pelindung diri (APD) memasukan jenazah dengan protokol Covid-19 ke dalam ambulans di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin (RSHS), Kota Bandung, Ahad (13/6). Menurut IDI Juni menjadi bulan di mana banyak dokter meninggal akibat Covid-19. (ilustrasi)
Foto:

Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih meminta pemerintah meningkatkan perlindungan kepada nakes di tengah lonjakan kasus Covid-19. Mengingat lonjakan kasus yang begitu tajam, diikuti juga dengan peningkatan kasus kematian akibat Covid-19.

"Maka bersama ini Pengurus Besar lkatan Dokter Indonesia memohon kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kesehatan yang bekerja membantu perawatan pasien Covid-19, agar tidak mudah terinfeksi sehingga dapat terus memberikan pertolongan dan perawatan serta dapat menjamin pelayanan terhadap pasien," kata Daeng dalam siaran persnya, Senin (21/6).

Selain itu, Daeng juga memohon kepada seluruh pemerintah daerah, khususnya yang daerahnya mengalami lonjakan kasus Covid-19 dan daerah di sekitarnya untuk menyempurnakan strategi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro. Langkah ini sebagai upaya memutus rantai penularan serta sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020.

"Segera mengambil kebijakan emergency dengan pengetatan dan pembatasan mobilitas serta aktivitas warga untuk mengendalikan kondisi darurat tingginya lonjakan kasus Covid-19 di daerah masing-masing dan mencegah kolapsnya pelayanan kesehatan," ujar Daeng.

Selanjutnya, IDI juga memohon kepada pemerintah untuk mempercepat vaksinasi massal dan memperluas upaya tracing dan testing pada semua kelompok umur, termasuk anak-anak.

Terakhir, IDI meminta masyarakat untuk disiplin melaksanakan protokol kesehatan dengan pengawasan yang ketat dan sanksi yang tegas dari aparat penegak hukum.

"Demikian seruan yang kami sampaikan atas perkenannya kami sampaikan terimakasih," kata Daeng.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Adib Khumaidi, SpOT menganjurkan adanya fase relaksasi untuk para tenaga kesehatan dan tenaga medis. Upaya ini dilakukan untuk menghindari kondisi burnout akibat lonjakan kasus Covid-19.

“Saat ini kita sedang survei. Untuk data terbaru belum data. Tapi kalau dari data lama, salah satu upaya antisipasi yang dilakukan beberapa rumah sakit adalah membuat klinik semacam trauma center atau klinik konsultasi,” kata dr Adib dalam acara jumpa pers Tim Mitigasi Dokter PB IDI, Jumat (25/6).

Adanya klinik konsultasi merupakan upaya yang mendukung secara psikologis. Namun, yang terpenting adalah bagaimana mengatur pola shifting kerja. Jika tidak ada waktu relaksasi dan pola shifting tidak baik, ini akan membawa beban luar biasa bagi para tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Baik secara psikis dan fisik, ini mungkin meningkatkan risiko kelelahan (burnout). Adib menyarankan salah satu upaya dari pedoman standar perlindungan dokter adalah mengatur pola shifting kerja yang baik. Sebab, ini akan mengurangi risiko burnout.

“Data dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ada 83 persen yang terkena burnout pada bulan Oktober lalu,” ujar dia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengakui kondisi pandemi saat bisa mengakibatkan krisis perawat. Ketua Satgas Covid-19 DPP PPNI Jajat Sudrajat mengaku PPNI saat ini hanya membantu merekrut relawan.

"Terkait pemanfaatan dan penempatan diserahkan ke Kemenkes kalau pusat dan Dinkes kalau di daerah," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (13/6).

Untuk mencegah semakin banyak nakes terpapar virus ini, pihaknya meminta nakes harus disiplin menjalankan protokol kesehatan (prokes) dan standard operational prosedure (SOP) kerja. Instansi juga diminta harus mengatur jadwal kerja yang berimbang dan lebih baik jika diberikan suplemen dan fasilitas istirahat yang baik untuk menjaga kebugaran nakes. Di lain pihak, Jajat meminta masyarakat harus tetap waspada.

"Sebab, meski virus corona tidak terlihat, dia masih ada. Berani mengabaikan prokes, berarti berani mengambil risiko terburuk," ujarnya.

photo
PPKM Mikro - (republika/mardiah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement