REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Senator Papua Barat Filep Wamafma mendesak upaya investigasi 80 transaksi mencurigakan APBD dan dana Otonomi Khusus Papua sesuai laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Saya apresiasi langkah PPATK dan Menko Polhukam dalam upaya dan penegakan langkah hukum tindak pidana korupsi. Harus ada upaya investigasi sebagai tindak lanjut laporan itu," kata Filep dalam siaran persnya di Manokwari, Kamis (24/6).
Filep Wamafma berujar, sudah saatnya aparat penegak hukum mengambil langkah tegas mengusut penyimpangan keuangan negara yang dilakukan oknum birokrat atau pejabat di pemerintahan daerah. Ia khawatir indikasi penyimpangan uang negara tersebut bagian dari penghambat cita-cita pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua.
Anggota DPR RI asal Papua Barat ini menegaskan pula bahwa penyimpangan itu harus menjadi perhatian PPATK karena indikasi pembentukan sejumlah yayasan oleh oknum birokrat di daerah. Hal Itu, Filep Wamafma menyebut, diduga menjadi sarana penyaluran uang yang sesungguhnya bukan untuk kepentingan percepatan pembangunan.
"Upaya pengusutan dan penindakan hukum sangat diharapkan oleh rakyat Papua. Investigasi aparat hukum perlu terhadap transaksi mencurigakan itu, baik paket proyek maupun dana hibah, bahkan operasional di setiap organisasi perangkat daerah," kata Filep.
Sebagai wakil rakyat Papua Barat di pusat, Filep sangat yakin jika rakyat Papua sangat jenuh dengan praktik korupsi yang dimainkan para oknum birokrat di daerah. "Setidaknya, pembuktian hukum atas indikasi korupsi itu bisa memberikan efek jera," tutur Filep.
Sebelumnya, PPATK melaporkan 80 hasil analisis transaksi mencurigakan yang bersumber dari penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Dana Otonomi Khusus (Otsus). Laporan PPATK menyebutkan, 53 orang berasal dari lingkungan pejabat pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan, dan rekanan pemerintah daerah terlibat dalam transaksi tersebut.
Temuan transaksi yang mencurigakan itu berpotensi merugikan negara hingga triliunan rupiah.