Ahad 20 Jun 2021 21:55 WIB

Kasus Covid-19 Naik, Peneliti: Sejarah Berulang

Pemda jangan mengiming-imingi zona merah berkurang tanpa membuka data jumlah testing.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Fuji Pratiwi
Covid-19 (ilustrasi). Kembali meningkatnya kasus Covid-19 di Tanah Air disebut peneliti sebagai pengulangan sejarah.
Foto: PixaHive
Covid-19 (ilustrasi). Kembali meningkatnya kasus Covid-19 di Tanah Air disebut peneliti sebagai pengulangan sejarah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus baru Covid-19 di Tanah Air melonjak sepekan terakhir. Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit Iqbal Elyazar menilai kenaikan kasus dan kematian Covid-19 saat ini seperti sejarah yang berulang.

Iqbal melihat mobilitas di Jawa, bahkan setiap provinsi, berdampak pada kenaikan kasus Covid-19 hingga kematian akibat virus ini.

Baca Juga

"Mengenai apakah kasus Covid-19 baru dan kematiannya saat ini sudah mengkhawatirkan? Ini bisa dilihat kok berdasarkan pengalaman tahun lalu. Jadi, sejarah berulang," kata Iqbal saat berbicara di konferensi virtual CISDI, Ahad (20/6).

Artinya, dia melanjutkan, apa yang terjadi saat Lebaran tahun lalu, kemudian kembali terjadi di akhir tahun 2020 kemudian di awal 2021, ternyata kondisinya terjadi lagi sekarang. Sebenarnya, ia mengaku sudah berbicara potensi terjadi masalah ini sejak April-Mei kemarin.

Ke depannya, Iqbal berharap masalah ini dibahas di sidang kabinet. Selain peningkatan kasus yang kembali terjadi, ia juga menyoroti kepala daerah seperti gubernur, wali kota, bupati yang belum bisa terbuka mengenai masalah ini. 

"Ada inkonsistensi, regulasinya banyak tapi pemerintah daerah (pemda) tidak mampu menjaganya. Level eksekusinya harus diperbaiki," ujar Iqbal.

Ia meminta pemda jangan mengeklaim kalau wilayahnya aman dari Covid-19 bahkan mengucapkan iming-iming zona merah di Jawa-Bali sudah berkurang pada Februari hingga Maret lalu. Padahal di satu sisi, masyarakat tidak diperlihatkan jumlah testing-nya. 

"Kalau mau bicara itu (zona hijau hingga merah), buka juga masalah testing-nya. Jadi bisa tahu apakah zona-zona itu valid atau tidak," ujarnya.

Permintaan ini diucapkan lantaran Iqbal tidak bisa melihat jumlah pengujian spesimen yang dilakukan per kabupaten. Menurutnya, hanya satu provinsi yaitu DKI Jakarta yang membuka data jumlah pengujian per hari tapi provinsi lain tidak pernah mengungkapnya. 

"Jadi, malau bisa yang namanya gubernur, wali kota, bupati tolong dibuka datanya. Narasi daerah hijau tidak perlu diulang kalau datanya tidak muncul," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement