Rabu 16 Jun 2021 16:49 WIB

Perintah di Rumah Saja untuk 14 Zona Merah Jateng

Varian Delta yang banyak di Jateng terbukti turunkan respons imunitas tubuh.

Seekor kucing mengendus poster bertuliskan kawasan zona merah COVID-19 di jalan desa yang ditutup akibat karantina wilayah di Desa Pedawang, Kudus, Jawa Tengah. Temuan varian Delta di Jawa Tengah membuat Gubernur Ganjar Pranowo meminta masyarakat zona merah untuk di rumah saja.
Foto:

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengemukakan 47 dari total 145 kasus varian baru SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 yang ditemukan di Indonesia berasal dari luar negeri. "47 kasus impor dan 98 kasus lokal," katanya melalui pesan singkat, Rabu (16/6).

Ia mengatakan hingga Ahad (13/6), dari total 1.989 sekuens yang diperiksa, telah dideteksi 145 sekuens Vatiant of Concern (VoC) yang diyakini lebih ganas serta menular lebih cepat hingga memperparah pasien saat jatuh sakit. Sebanyak 36 kasus terdeteksi di Indonesia sebagai B117 (Alfa), lima kasus B1351 (Beta), dan 104 kasus B1617.2 (Delta).

Saat ini, kasus tersebut menyebar di sejumlah daerah di Indonesia. Jumlah kasus terbanyak berada di Brebes, Cilacap, dan Kudus, Provinsi Jawa Tengah yang terdiri atas 75 kasus varian Delta dan satu kasus varian Alfa.

Selain di Jawa Tengah, kata Siti Nadia, DKI Jakarta juga mendominasi jumlah kasus. Masing-masing varian Alfa 24 kasus, Beta empat kasus, dan Delta 20 kasus.

Secara terpisah, Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan varian Delta memiliki karakteristik penularan yang cepat. "Di Inggris sudah ada 42.323 kasus varian Delta, naik 70 persen dari pekan sebelumnya, atau naik 29.892 kasus hanya dalam waktu satu pekan saja. Peningkatan yang amat besar," katanya.

Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu, mengatakan data terakhir Inggris menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen kasus baru Covid-19 di negara tersebut saat ini adalah varian Delta yang menggantikan varian Alfa yang semua dominan di Inggris. "Kalau pola ini juga akan terjadi di negara kita maka tentu bebannya akan berat jadinya," katanya.

Ia mengatakan varian Delta di Inggris ternyata 60 persen lebih mudah menular daripada Alfa. "Waktu penggandaannya berkisar antara 4,5 sampai 11,5 hari. Akan baik kalau juga ada data tentang berapa besar penggandaan dari varian Delta yang kini ada di negara kita, termasuk tentunya laporan terakhir dari Kudus ini," katanya.

Berdasarkan laporan dari otoritas Inggris, pada 11 Juni 2021, varian Delta berpengaruh menurunkan efektifitas vaksin dibandingkan varian Alfa. Tjandra mengatakan mereka yang baru dapat satu kali suntikan vaksin, maka terjadi penurunan efektivitas perlindungan terhadap gejala sebesar 15 hingga 20 persen.

Oleh karena itu, kata Tjandra, Indonesia perlu mengamati kemungkinan dampak seperti yang terjadi di Inggris mengingat program vaksinasi sedang terus digalakkan. "Hanya saja, tentu kita tidak akan membandingkan varian Delta dengan varian Alfa seperti yang Inggris lakukan, karena varian Alfa bukanlah varian yang dominan di negara kita sebelum ini," katanya.

Otoritas kesehatan di Inggris telah memiliki alat yang mampu mendeteksi varian Delta hanya dalam waktu 48 jam, kata Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 itu. "Yang menarik adalah di Inggris mereka menggunakan novel genotyping test untuk mendeteksi adanya varian Delta. Tes ini dapat memberi hasil dalam 48 jam saja, dan hasilnya kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan whole genome sequencing dan hasilnya positif, oleh otoritas kesehatan masyarakat Inggris disebut sebagai extremely accurate," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement