Selasa 15 Jun 2021 01:11 WIB

Pengamat Yakin PDIP akan Tolak Tawaran Cawapres dari Prabowo

PDIP dan Gerindra masing-masing memiliki ego sebagai partai besar.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Presiden Indonesia ke-5 Prof. Dr. (H.C) Megawati Soekarnoputri (tengah) berswafoto  bersama Ketua DPR Puan Maharani (kanan) dan Menteri Pertahanan Prabowo Soebianto (kiri)  seusai prosesi  Pengukuhan Guru Besar,  di Aula Merah Putih, Universitas Pertahanan, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/6/2021). Megawati Soekarnoputri menerima gelar profesor kehormatan (guru besar tidak tetap) Ilmu Pertahanan Bidang Kepemimpinan Strategik pada Fakultas Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan.
Foto: ANTARA/YULIUS SATRIA WIJAYA
Presiden Indonesia ke-5 Prof. Dr. (H.C) Megawati Soekarnoputri (tengah) berswafoto bersama Ketua DPR Puan Maharani (kanan) dan Menteri Pertahanan Prabowo Soebianto (kiri) seusai prosesi Pengukuhan Guru Besar, di Aula Merah Putih, Universitas Pertahanan, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/6/2021). Megawati Soekarnoputri menerima gelar profesor kehormatan (guru besar tidak tetap) Ilmu Pertahanan Bidang Kepemimpinan Strategik pada Fakultas Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menduga posisi cawapres bukan menjadi prioritas PDIP pada Pilpres 2024 selaku partai penguasa. Ia menduga, opsi tawaran Puan Maharani sebagai cawapres dari Prabowo Subianto berpeluang ditolak.

Pangi menegaskan, PDIP dan Gerindra masing-masing memiliki ego partai lantaran besarnya perolehan suara pada Pilpres 2019. Apalagi, PDIP bisa mengajukan capres sendiri karena memenuhi presidential threshold. Penentuan soal siapa yang menjadi cawapres dalam koalisi PDIP-Gerindra berpotensi menghadirkan benih rivalitas.

Baca Juga

"Koalisi Gerinda-PDIP ini sangat bergantung pada nanti pada figur capres-cawapres. Kedua, sangat bergantung pada posisi capres atau cawapres, karena biasanya partai punya gengsi," kata Pangi kepada Republika, Senin (14/6).

Pangi menyampaikan opsi menjadi cawapres bisa saja ditolak PDIP. Sebab, pilpres nanti akan berbarengan dengan pileg. Sehingga, berpotensi muncul efek ekor jas di mana partai dari si capres turut mendulang suara di Pileg.

"Posisi cawapres tidak semua kader partai mau, karena ada coat-tail effect (efek ekor jas) sebagai konsekuensi pemilu serentak," ujar Pangi.

Selain itu, Pangi memandang kalau tidak terjadi split ticket voting maka partai dari si capres akan mendapat keuntungan besar dari segi elektabilitas. Ia mengamati masyarakat Indonesia pikirannya tidak bisa bercabang atau memilih parpol berbeda dari capres pilihannya.

"Persepsi masyarakat sederhana, ketika memilih Prabowo maka otomatis memilih Gerindra, memilih Gerindra sama memilih Prabowo. Tegak lurus antara pilihan partai dengan pilihan presiden, tidak terjadi split ticket voting," ucap Pangi.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, unggul dalam survei terbaru yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk 'Partai Politik dan Calon Presiden: Sikap Pemilih Pasca 2 Tahun Pemilu 2019'. Dalam simulasi semi terbuka dengan 42 nama, Prabowo unggul dengan 21,5 persen.

Survei ini dilakukan dengan metode multistage random sampling dengan jumlah responden sebanyak 1220. Margin of error survei di angka +- 3,05 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada 21-28 Mei 2021.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement