REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kendal, Ahmad Suyuti mengaku pernah menerima uang dari mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebesar 48 ribu dolar Singapura. Uang tersebut digunakan untuk membantu pemenangan PDIP di Kendal.
Hal tersebut diungkap Ahmad Suyuti saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap pengadaan bansos sembako Covid-19 dengan terdakwa Juliari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/6). Kepada Jaksa KPK, Suyuti mengaku menerima uang tersebut melalui staf ahli Kemensos, Kukuh Ari Wibowo di Hotel Grand Candi, Semarang, Jawa Tengah pada awal November 2020.
"Saya dipanggil Mas Kukuh, 'Mas sini Mas, di sekitaran situ aja. Ini (uang) Mas, untuk membantu kegiatan DPC (Dewan Pimpinan Cabang) dan PAC (Pimpinan Anak Cabang)," ungkap Suyuti.
Keduanya saat itu bertemu dalam kegiatan Program Keluarga Harapan (PKH). Sebelum pertemuan itu, ia juga sempat dihubungi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Adi Wahyono yang menyebut ada titipan dari Juliari.
"Itu (informasi Juliari menitipkan uang) dari mas Adi saja," kata Suyuti.
Suyuti sempat meminta uang itu ditransfer antarrekening. Namun, lantaran jumlahnya terlalu banyak akhirnya diputuskan untuk diserahkan secara langsung melalui Kukuh dalam bentuk dolar Singapura.
"Berapa banyak uang yang diberikan?" tanya Jaksa Ikhsan Fernandi.
"48 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 508 juta) yang menyerahkan Kukuh, saya kantongi saja," ungkap Suyuti.
Suyuti mengaku setelah menerima uang tersebut, ia langsung membawanya untuk didiskusikan lebih lanjut bersama dengan pengurus DPC lainnya. Akhirnya mereka sepakat menggunakan uang itu untuk membantu kemenangan pasangan yang diusung PDIP, yakni Tino Indra Wardono - Amukh Mustamsikin.
"Monggo ayo kita gunakan dalam rangka untuk pemenangan Pilkada ini," terang Suyuti.
Tak puas dengan jawaban itu, Jaksa lalu lantas membacakan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Suyuti. Dalam BAP tersebut disebutkan bahwa dalam pertemuan itu dirinya berkonsultasi dengan Munawir selaku Ketua Pemenangan Internal PDIP. Keduanya pun memutuskan untuk membagikan uang tersebut di daerah pemilihan yang berpotensi menang.
"Daerah-daerah yang masih berpotensi untuk bisa dimenangkan akan diberikan dana operasional," kata jaksa membacakan BAP Suyuti.
Suyuti selanjutnya menukar uang tersebut dalam bentuk rupiah. Dari penukaran itu, Suyuti mengirimkan uang sekitar Rp 458.800.000 ke rekening pribadinya. Sisanya, Rp 50 juta berikan Suyuti kepada tokoh masyarakat dan pengurus partai untuk pemenangan Pilkada.
"Sedangkan uang Rp 458.800.000 saya bagikan ke masyarakat dapil 5 dan 6 Kabupaten Kendal yang berpotensi menang?" cecar Jaksa.
"Betul," kata Suyuti.
Diketahui, setelah Juliari tertangkap oleh KPK, Suyuti sempat dipanggil dan diperiksa oleh penyidik KPK. Suyuti pun diminta untuk mengembalikan semua uang yang pernah dia terimanya itu.
"Berapa saksi kembalikan?" cecar jaksa.
"Ya Rp 508.800.000 dalam rupiah," kata Suyuti.
Dalam perkara ini, Juliari didakwa menerima suap uang sebesar Rp 32 miliar melalui Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos, Adi Wahyono, yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan Bansos Covid-19, Matheus Joko Santoso.
Adapun, rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari Konsultan Hukum, Harry Van Sidabukke, senilai Rp 1,28 miliar. Kemudian, dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp1,95 miliar, serta sebesar Rp 29, 252 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Atas perbuatannya, Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.