REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, megatakan, penegakan hukum kepada kelompok-kelompok bersenjata di Papua merupakan upaya untuk memperlancar dialog dengan rakyat Papua. Menurut dia, kelompok kriminal bersenjata (KSB) jumlahnya lebih sedikit ketimbang masyarakat Papua pada umumnya.
"Penegakan hukum kepada kelompok-kelompok bersenjata adalah sebagai bagian untuk memperlancar dialog dengan rakyat Papua, yang jauh lebih banyak diluar kelompok bersenjata itu," jelas Mahfud dalam siaran pers, Ahad (13/6).
Dia juga menyatakan, penyelesaian persoapan di Papua jangan dilakukan dengan senjata dan letusan. Menurut dia, proses dialog harus berada di yang paling depan demi kesejahteraan masyarakat di Tanah Cenderawasih.
“Prinsipnya sesuai arahan presiden, menyelesaikan persoalan di Papua jangan dengan senjata dan letusan, tapi dengan dialog demi kesejahteraan," ujar Mahfud.
Hal tersebut ia sampaikan saat melakukan pertemuan dan dialog dengan pimpinan serta anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) di kantornya. Dialog yang dilakukan antara lain membahas seputar aspirasi rakyat Papua dan persoalan-persoalan di tanah Papua.
“Kami saling menjelaskan dan bertukar pikiran, dan saya menjelaskan kebijakan pemerintah pusat di Papua, di mana mereka memahami, apa yang sudah dan akan dilakukan, semua sesuai dalam koridor konstitusi dan dengan pendekatan kesejahteraan,” ujar Mahfud.
MRP sendiri merupakan wadah yang disediakan undang-undang untuk orang asli Papua menyuarakan persoalan-persoalan terkait Papua. Ketua MRP, Timotius Murib, menyampaikan, MRP datang untuk mengomunikasikan berbagai hal di tanah Papua.
Hal-hal yang di bahas dalam pertemuan itu, kata dia, di antaranya soal sikap pihaknya terkait proses perubahan kedua UU No. 21/2001 yang sedang bergulir di DPR. Pertemuan itu dilakukan oleh MRP karena mereka ingin menyampaikan aspirasi orang asli Papua ke pemerintah pusat.
"Aspirasi kami dan diakomodir dengan baik, melalui Dirjen Otonomi Daerah, yang hadir dalam pertemuan, supaya dapat disampaikan ke DPR, untuk jadi bahan pertimbangan, sekaligus masukan dan saran dari rakyat Papua," jelas dia.
Pemerintah menyatakan masalah yang kini tengah ditangani di Papua bukan terkait kemerdekaan Papua, melainkan isu kesejahteraan dan lainnya. Karena itu, pemerintah akan menyelesaikan masalah Papua lewat kesejahteraan seperti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2020, dan bukan melalui senjata.
"Yang menginstruksikan penyelesaian masalah Papua dengan penyelesaian kesejahteraan, bukan dengan penyelesaian bersenjata. Tidak ada gerakan atau tindakan bersenjata terhadap rakyat Papua. Tapi ada tindakan penegakkan hukum," ujar Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (29/4).
Terkait upaya pemberantasan terorisme di Papua, Mahfud menjelaskan, itu akan dilakukan bukan terhadap rakyat Papua, melainkan terhadap segelintir orang yang melakukan pemberontakan dan tindakan separatisme secara sembunyi-sembunyi. Berdasarkan hasil survei yang ia dapatkan, lebih dari 92 persen masyarakat Papua pro terhadap Indonesia.
"Lebih dari 92 persen mereka pro republik. Kemudian hanya ada beberapa gelintir orang yang melakukan pemberontakan secara sembunyi-sembunyi sehingga mereka itu melakukan gerakan separatisme yang kemudian tindakan-tindakannya merupakan gerakan terorisme," jelas Mahfud.