Selasa 08 Jun 2021 09:28 WIB

Audit Donasi Palestina, Mengapa tidak (dan Takut?)

Banyak pemanfaatan dana amil yang cacat secara syar'i dan etikanya.

Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas bersama Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun, Ustaz Adi Hidayat dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Muhyiddin Junaidi foto bersama usai penyerahan donasi di Jakarta, Senin (24/5). Ustaz Adi Hidayat menyerahkan donasi sebesar Rp 14 miliar untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia Hebron Palestina melalui MUI yang selanjutnya langsung diserahkan kepada Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun sebagai wujud bantuan kemanusiaan dan dukungan seluruh bangsa Indonesia bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina. Republika/Putra M. Akbar
Foto:

Oleh : Nashih Nashrullah, Jurnalis Republika.co.id

Mengapa saya menggarisbawahi ini? Merujuk informasi dari auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, audit yang dilakukan pada 2020 menyimpulkan fakta yang cukup memilukan. Saya hanya kutip salah satunya, ialah pemanfaatan dana amil yang cacat secara syar'i dan etikanya. Bagaimana bisa sebuah lembaga zakat di suatu daerah melakukan agenda rapat kerja di Madinah, bahkan nyaris saja mengagendakan lokasi rakernya di Korea Selatan? Pendayagunaan donasi-donasi Palestina, semestinya berbasis program yang jelas. Saya menyebut sebagai contoh inisiasi MER-C atas rumah sakit Gaza adalah inovasi yang tepat. Selain kejelasan program aspek berkelanjutan (sustainable) bisa terpenuhi. Tinggal kemudian memperkuat dengan laporan-laporan pemanfaatan dananya, dan saya rasa jika berbasis program semacam ini sangat memudahkan.

Kemudian, yang tak kalah penting adalah dibutuhkan wasit yang tegas dan adil. Minimal mengatur lalu lintas pelaporan donasi-donasi itu.  Di sinilah tentu pentingnya faktor pengawasan. Pengawasan yang sama juga berlaku untuk semua lembaga kemanusiaan atau filantropi yang memungut dana dari masyarakat. Dengan demikian, tidak muncul persepsi miring, mengapa hanya lembaga umat Islam saja yang dipelototi, sedangkan di luar sana, berapa banyak lembaga kemanusiaan atau lembaga nirlaba non-Islam yang luput dari sorotan para buzzer itu.

Saya mengapresiasi langkah Ustadz Adi Hidayat untuk mengekspose hasil audit donasi Palestina yang berhasil dikumpulkan. Tentu, ini menjadi contoh yang baik menjawab kecurigaan, bahkan tuduhan-tuduhan yang tak berdasar kepada beliau. Saya berharap langkah yang sama juga diikuti individu atau lembaga yang membuka donasi untuk Palestina. Anggap saja ini sebagai autokritik dan bukti bahwa umat Islam adalah umat persaksian, syuhada’ alan nass. Urusan uang klencengan masjid tiap Jumat saja kita laporkan secara detail hingga sekian ratus rupiahnya, apalagi ini soal donasi umat yang miliaran rupiah. Jadi, apa yang mesti kita takutkan saat ada yang meminta audit? Pertanyaan yang sama untuk lembaga nirlaba lain selain Islam, tidak takut juga kan?

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement