Selasa 08 Jun 2021 09:28 WIB

Audit Donasi Palestina, Mengapa tidak (dan Takut?)

Banyak pemanfaatan dana amil yang cacat secara syar'i dan etikanya.

Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas bersama Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun, Ustaz Adi Hidayat dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Muhyiddin Junaidi foto bersama usai penyerahan donasi di Jakarta, Senin (24/5). Ustaz Adi Hidayat menyerahkan donasi sebesar Rp 14 miliar untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia Hebron Palestina melalui MUI yang selanjutnya langsung diserahkan kepada Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun sebagai wujud bantuan kemanusiaan dan dukungan seluruh bangsa Indonesia bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas bersama Sekjen MUI Amirsyah Tambunan, Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun, Ustaz Adi Hidayat dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Muhyiddin Junaidi foto bersama usai penyerahan donasi di Jakarta, Senin (24/5). Ustaz Adi Hidayat menyerahkan donasi sebesar Rp 14 miliar untuk pembangunan Rumah Sakit Indonesia Hebron Palestina melalui MUI yang selanjutnya langsung diserahkan kepada Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun sebagai wujud bantuan kemanusiaan dan dukungan seluruh bangsa Indonesia bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina. Republika/Putra M. Akbar

Oleh : Nashih Nashrullah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID -- Sejak isu audit donasi Palestina bergulir dan ramai diembuskan para buzzer di media sosial, sebenarnya bukan hal yang terlalu mengagetkan. Apalagi jika dikaitkan dengan peta Pilpres 2019 lalu. Belum lagi jika melihat fakta bahwa memang, isu Palestina, selama ini, diakui atau tidak, cenderung didominasi kelompok-kelompok ‘Islam’ kanan (meminjam istilah pemikir Mesir, Muhammad Imarah). Polarisasi menyikapi donasi Palestina ini juga sangat mudah dibaca di media sosial, kubu mana versus grup mana? Meski sayangnya, seandainya jika mau jujur, justru mereka-mereka yang bising itu biasanya malah belum atau tidak pernah berbuat apa-apa untuk Palestina, separah-parahnya walau sekadar doa. Apalagi, berbicara donasi, bisa ditebak.

Namun, terlepas dari hiruk-pikuk polarisasi itu, dalam aspek transparansi dan akuntabilitas dana donasi Palestina, saya setuju. Ada beberapa alasan mengapa audit tersebut penting. Pertama, adanya oknum-oknum yang mengeksploitasi penderitaan Palestina untuk kepentingan pribadi (beberapa saya jumpai langsung saat saya masih studi di Mesir). Hal ini lantas berdampak pada persoalan yang tak kalah pelik bahwa donasi yang sudah terhimpun itu, tak tersalurkan sebagaimana mestinya. Dalam proposal pengajuan ambulans yang diajukan lembaga kemanusiaan yang saat ini masih aktif menggalang donasi Palestina, misalnya, ditemukan item-item yang mengernyitkan dahi, seperti alat pengisap mencapai Rp 45.760.00, dan satu termometer seharga Rp 7 juta (termometer apa?).

Siapa yang akan melalukan kroscek harga? Tidak ada. Kita hanya mengandalkan kepercayaan. Menurut informasi, faktor kepercayaan inilah yang membuat otoritas Palestina di Gaza pada saat itu mengizinkan MER-C untuk melakukan pembangunan secara langsung Rumah Sakit Indonesia di Gaza. Kepercayaan yang cukup sulit diberikan otoritas Gaza. Menurut sumber otoritas Gaza yang disampaikan melalui petinggi sebuah lembaga filantropi, berapa banyak oknum-oknum yang mengambil untung dari beragam proyek pendayagunaan donasi di wilayah yang diblokade itu.

Kedua, gaya hidup oknum pengumpul donasi. Pada aspek ini, saya teringat dengan keteladanan Umar bin Khattab saat hendak mendirikan baitul mal. Dia tak ingin gedung baitul mal sebagai lembaga pemegang dana dari umat, pada masa itu, lebih mewah dari rumah warga atau bangunan lainnya. Demikian pula dengan para pejabatnya. Sangat jauh dari kesan kemewahan. Bagaimana mungkin publik percaya begitu saja, jika ada oknum pengumpul donasi, misalnya, yang tidak memiliki profesi lain, lalu mempunyai rumah miliaran di Indonesia dan di Gaza sendiri.

Ketiga, adalah aspek kesesuaian syariah. Ini juga menjadi masalah tersendiri. Pendayagunaan infak, sedekah, dan zakat, serta wakaf, sesuai dengan peruntukannya menurut kacamata syariah. Publik perlu juga tahu dan mendapat edukasi yang layak tentang apakah dana yang mereka salurkan sudah tepat secara syariah? Didayagunakan sesuai syariatnya.

Mengapa saya menggarisbawahi ini? Merujuk informasi dari auditor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, audit yang dilakukan pada 2020 menyimpulkan fakta yang cukup memilukan. Saya hanya kutip salah satunya, ialah pemanfaatan dana amil yang....

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement