REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sebanyak 81 pengungsi Rohingya hingga kini masih terlantar di Aceh Timur setelah terdampar di Pantai Kuala Simpang Ulin. Para pengungsi juga menolak untuk dikembalikan ke negara asal, Myanmar.
“Betul [masih ada di Aceh Timur] belum ada penanganan khusus,” ujar Sekretaris Panglima Laot Miftah Cut Adek kepada Anadolu Agency pada Senin (7/6).
Sementara itu, lembaga kemanusiaan Human Iniative telah datang untuk merespons kebutuhan air bagi para pengungsi. Meskipun lokasi berdekatan dengan desa Kuala Simpang Ulim, kata lembaga itu, akses ke lokasi penyintas tidaklah mudah.
Relawan harus menggunakan kapal boat untuk tiba di lokasi penyintas Rohingya. “Alhamdulillah kini sudah tersedia dapur air sebagai respons awal penyintas,” terang Human Iniative dalam pernyataannya.
Sementara itu, koalisi Masyarakat Sipil meminta agar pemerintah memenuhi seluruh hak pengungsi sesuai aturan yang ada. Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti mengatakan bahwa Koalisi Masyarakat Sipil mendukung penerapan dan pemenuhan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dalam merespons pengungsi.
“Salah satunya tidak menolak atau mendorong kembali para pengungsi tersebut kembali ke laut karena akan mengingkari tanggung jawab dalam penghormatan prinsip non-refoulement dan respons kemanusiaan,” kata Fatia dalam keterangan resmi pada Minggu.
Pemerintah diminta melaksanakan Peraturan Presiden nomor 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri untuk membawa pengungsi Rohingya ke penampungan. Dia menuturkan pemangku kepentingan perlu menyediakan ruang kolaborasi bagi penanganan pengungsi bersama dengan organisasi internasional, sipil dan warga lokal terkait kebutuhan dasar yang mendesak sandang, pangan dan papan.
Kontras menilai pemulihan aspek psikologi dan perlindungan utamanya bagi kelompok rentan termasuk perempuan dan anak. Sebanyak 81 orang pengungsi tersebut, kata dia, perlu diberikan fasilitas lokasi penampungan sementara yang ditentukan Pemda dalam kondisi darurat.
Langkah ini dinilai perlu lantaran Pulau Idaman berada di area terpencil yang jauh dari akses untuk kebutuhan dasar. “Memberikan kebijakan bagi pemenuhan solusi komprehensif bagi pengungsi yang bersifat inklusif. Hal ini termasuk pemberdayaan dan akses penghidupan secara mandiri,” tutur dia.