REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom INDEF Didik J Rachbini mengkritisi rencana proyek alat utama sistem persenjataan (alutsista) oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sebesar Rp 1.787 triliun. Menurutnya, proyek itu tak pantas digulirkan di saat pandemi Covid-19 masih mencengkram bangsa.
Didik mendapati ada hal mengejutkan saat evaluasi APBN 2021 dan pembahasan RAPBN 2022 di DPR. Yaitu pengajuan rencana anggaran Rp 1.787 triliun oleh Kemenhan.
"Rencana anggaran pertahanan dan keamanan sampai 1.700 triliun rupiah sudah di luar kepantasan, momentumnya salah karena sedang krisis Covid-19, tidak layak karena APBN sekarat dan syarat utang dan tidak masuk di akal sehat," kata Didik dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id pada Rabu (3/6).
Didik menekankan pandemi Covid-19 sudah meruntuhkan banyak pilar-pilar sosial kemasyarakatan dan sangat memprihatinkan. Sehingga menurutnya lebih memerlukan dukungan dibandingkan dengan melipatgandakan anggaran untuk pertahanan dan keamanan.
"Tingkat kemiskinan naik sangat tinggi akibat Covid-19 karena sistem produksi runtuh, pengangguran terbuka meningkat dari lima persen menjadi sekitar delapan persen," ujar Rektor Universitas Paramadina itu.
Didik turut menyinggung pengangguran terselubung sangat besar, mengingat tingkat pertumbuhan ekonomi masih negatif. Ia menyebut yang bekerja penuh turun dari 71 persen menjadi 64 persen, sehingga sisanya menjadi penganggur terbuka dan terselubung.
"Dalam keadaan seperti ini tidak pantas anggaran yang besar tersebut diajukan dalam jumlah yang sangat besar dan menguras anggaran sosial, pendidikan, kesehatan, daerah dan sebagainya," ucap Didik.
Didik mewanti-wanti supaya DPR menggunakan akal sehatnya dalam menyikapi rencana hutang alutsista Rp 1.787 triliun. "Jika anggaran ini disetujui Komisi I, maka wakil rakyat pun tidak tahu diri dan kurang mengukur kepantasan dengan kondisi prihatin pada saat ini," ucap Didik.
Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Pertahanan RI Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan, proyek pembelian alutsista nantinya tak akan membebani APBN karena dananya bersumber dari pinjaman luar negeri. Apalagi, dia menyebut, proses pembelian alutsista itu masih dalam pembahasan.