Saat menerima insentif tambahan itu, kata Dwi, para guru dan staf SMK yang berlokasi di Cengkareng, Jakarta Barat, itu tak mengetahui sama sekali bahwa uangnya berasal dari sumber ilegal. "Sepengetahuan teman-teman guru ini adalah insentif yang legal. Ternyata berasal dari sumber ilegal. Jadi mereka inisiatif untuk kembalikan," ungkap Dwi.
Oleh karenanya, kata Dwi, para guru dan staf SMKN 53 tak akan dijerat dalam kasus ini. Sebab, mereka tak mengetahui dana itu hasil korupsi.
"Kalau dari mens rea (sikap batin), kesengajaannya kan tidak ada. Mereka kan (juga) beritikad baik (mengembalikan uang itu)," kata Dwi.
Dwi menambahkan, dana yang dikembalikan para guru itu telah dititipkan di Rekening Penerimaan Lainnya (RPL) Kejari Jakbar. Dana itu nanti akan diajukan dalam persidangan sebagai bagian dari barang bukti.
Dua Tersangka
Kejari Jakbar, pada April 2021, telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini. Mereka adalah mantan Kepala Sekolah SMK 53 Jakbar berinisial W dan staf Sudin Pendidikan Jakbar Wilayah I berinisial MF.
Modus kedua tersangka, kata Dwi, adalah dengan memanipulasi surat pertanggung jawaban (SPJ) dan menggunakan rekanan fiktif dalam pengadaan sejumlah barang. Dana yang disunat adalah Dana BOS Rp 1,3 miliar dan BOP 6,5 miliar.
Setelah uang dicairkan, MF mendapat jatah Rp 700 juta yang ia gunakan untuk membeli sebuah vila. Sementara W, menggunakan uang sisanya untuk insentif tambahan guru yang tidak sesuai dengan nomenklatur. W juga menambah tunjangan untuk dirinya sendiri sebesar Rp 15 juta per bulan.
Atas perbuatannya, W dan MF dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Namun demikian, kedua tersangka belum ditahan. Kejari Jakbar menyebut, keduanya akan ditahan setelah pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Kalau sudah terima dari BPK maka akan segera kami tahan," kata Dwi di Kejari Jakbar pada, Selasa (27/4).