REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips Vermonte mengatakan, pencalonan kepala daerah makin terpusat. Menurut dia, pimpinan partai politik (parpol) relatif kehilangan otonominya karena mekanisme pencalonan lebih banyak berada di tangan pimpinan partai di tingkat nasional. "Sekarang ini pencalonan semakin terpusat," ujar Philips dalam diskusi daring, Rabu (2/6).
Dia mengatakan, parpol seharusnya membuat proses pencalonan yang demokratis dan menciptakan kompetisi yang sehat di internal partai. Dengan terciptanya demokratisasi memberikan kesempatan politik yang sama dalam pencalonan, baik bagi kader partai maupun orang di luar partai.
Selain itu, Philips mendorong agar pengaturan pencalonan kepala daerah harus diatur secara perinci dan rigid dengan standardisasi yang jelas dan sama di seluruh partai politik. Penggunaan frasa "secara demokratis" dalam undang-undang dinilai kabur sehingga membuat praktik pencalonan tidak bisa dikontrol.
Standardisasi pencalonan itu akan menciptakan kepastian politik bagi calon. Dengan ini diharapakan terbukanya kesempatan politik yang sama serta potensi terpilihnya calon yang cakap dalam memimpin. "Mereka tahu sulit sekali menembus elite partai dan lain-lain. Sehingga, mungkin calon-calon yang baik itu enggan mengajukan diri," kata Philips.
Pengaturan terkait pencalonan, misalnya, penetapan standar minimal keanggotaan partai apabila maju melalui parpol. Penetapan standar minimal telah mengikuti proses perkaderan di internal partai serta politik afirmasi kepada profesional.
Di sisi lain, saat ini syarat pencalonan bagi partai maupun perseorangan pun makin berat. Menurut Philips, kekuatan partai politik jauh lebih besar dibandingkan dengan potensi calon kepala daerah karena pintu bagi calon tersebut untuk maju terbatas.
Belum lagi pencalonan kepala daerah berbahaya mahal. Biaya ini salah satunya dibutuhkan untuk tahapan kampanye calon.