REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Komisioner Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan, perlu ada wasit dalam polemik TWK KPK. Dengan adanya hal itu, beberapa pihak seperti kepala BKN, dinilainya akan lebih baik untuk tidak memberikan penjelasan dan pernyataan mengenainya.
"Kepala BKN memang sebaiknya tidak memberikan pernyataan, yang nanti bisa membuat makin banyak spekulatif," ujar dia dalam diskusi Perspektif Indonesia, Sabtu (29/5).
Secara khusus, Ombudsman, kata dia, bisa menyediakan asesor untuk menilai apakah cara yang digunakan dalam polemik itu patut atau tidak. Termasuk, apakah kalibrasi yang digunakan dari instrumen tersebut bisa dipertanggungjawabkan atau tidak.
"Saya berharap juga Ombudsman bisa bekerja secara objektif," kata pengamat kebijakan publik itu.
Jika menilik sejak awal, proses yang dilakukan dalam rekrutmen ASN diakuinya memang berbeda. Mengingat, para pegawai yang gagal di tes TWK KPK itu sudah berada di institusi antirasuah sejak lama. Namun, dimigrasi karena keperluan menjadikannya ASN sesuai dengan UU.
Di lokasi yang sama, menurut mantan Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara, Irham Dilmy, tes yang dilakukan KPK memang tes yang normal bagi pejabat publik. Namun demikian, dia menyatakan ada dua tujuan dalam tes yang digelar untuk mengetes wawasan kebangsaan itu. Untuk mendapat orang sesuai, dan tujuan khusus berupa ideologi.
Menurutnya, untuk mendapat orang yang sesuai secara institusi, tentu akan disaring sesuai dengan karakter dan profil dari organisasi terkait. Terlepas dari kompetensi dan kualifikasi hingga rekam jejak.
"Meskipun ada tujuan khusus, bukan hanya tes saja, tapi menyangkut wawasannya dalam hal ini kebangsaan yang bersifat ideologis. Yang terjadi di KPK itu termasuk tes yang terkait dengan ideologi," ungkap dia.