REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia, Profesor Hamdi Muluk mengatakan, tes wawasan kebangsan (TWK) yang dilaksanalan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebenarnya bisa dipertanggung jawabkan. TWK memang dapat dijadikan tolak ukur kepribadian seseorang mulai dari ideologi radikalisme, intoleransi, ideologi liberalisme hingga sosialisme.
Kendati, dia menegaskan, kalau di tangan orang yang tidak tahu cara menginterpretasikannya, dengan cara misal ugal-ugalan dia jadi tools yang salah. Hal itu dia ungkapkan sekaligus menjawab polemik TWK di KPK.
"Alat ukur ini secara ilmiah nggak ada masalah. Saya nggak tahu, nggak bisa jawab sekarang apakah di tangan BKN itu disahagunakan nggak tahu saya," kata Hamdi Muluk di Jakarta, Jumat (28/5).
Kepala Lab Psikologi Universitas Bina Nusantara Kampus Bekasi Dr Istiani mengatakan, TWK KPK sudah sesuai kaidah psikometri serta memiliki tingkat validitas yang baik. Namun, bila publik merasa janggal akan hasil TWK tersebut, maka BKN perlu membuktikan secara ilmiah termasuk detail mekanisme penyelenggaraan tes tersebut.
"Penyusunan instrumen TWK sudah melalui prosedur psikologi yang ketat dan panjang sejak 2012, sehingga TWK sudah sesuai dengan kaidah psikometri dan memiliki tingkat validitas yang baik," katanya.
Seperti diketahui, TWK diikuti 1.351 pegawai KPK sukses menyingkirkan 75 pegawai berintegritas semisal penyidik senior, Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid. Mereka dinyatakan TMS berdasarkan tes tersebut.
Hasil koordinasi KPK, BKN, Kemenpan RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan bahwa 51 dari 75 pegawai itu dinyatakan tidak lulus semenetara 24 sisanya dapat dibina lebih lanjut sebelum diangkat menjadi ASN.