REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisina mengatakan, tidak ada yang memaksa untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN). Pernyataan ini dilontarkan Bima untuk menanggapi perihal 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menolak mengikuti pembinaan sebelum diangkat menjadi ASN.
"Kan menjadi ASN tidak ada yang memaksa. Itu pilihan profesi," ujar Bima saat dikonfirmasi Republika, Jumat (28/5).
Sementara itu, dia tidak menginformasikan instansi atau lembaga mana yang akan memberikan pembinaan kepada pegawai KPK tersebut. Namun, dia memastikan, pembinaan bukan berada di bawah kewenangan BKN maupun KPK.
Sebelumnya, Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidik KPK Harun Al Rasyid menyatakan, 75 pegawai yang tak lulus TWK menolak untuk dilakukan pembinaan. Hasil koordinasi KPK, BKN, Kemenpan-RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) menyatakan, 51 dari 75 pegawai itu dinyatakan tidak lulus, sementara 24 sisanya dapat dibina lebih lanjut sebelum diangkat menjadi ASN.
"Kami sudah bersepakat dengan yang 75. Bahwa kami menolak untuk dibina. Jadi, meski ada 24 yang akan dipisahkan dari 75, kami juga tidam akan mau. Kecuali, 75 itu secara otomatis dialihkan," kata Harun saat dikonfirmasi, Kamis (27/5).
Harun yang menjadi salah satu dari 75 pegawai yang dikabarkan tidak lulus TWK itu meminta agar seluruh pegawai KPK dialihkan statusnya menjadi ASN. Dia berharap, para pimpinan mengakhiri polemik TWK karena justru berdampak pada pemecatan para pegawai KPK yang berintegritas.
"Pimpinan yang harus memiliki kearifan dan kebijakan menyikapi polemik ini. Pimpinan yang memulai, pimpinan juga yang mengakhiri," katanya.
Selain itu, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono mengatakan, dari diskusi bersama 75 pegawai yang tidak lulus TWK, mayoritas atau lebih dari 40 pegawai tidak bersedia mengikuti pembinaan untuk menjadi ASN. Dia melanjutkan, terlebih pembinaan ulang juga belum menjamin peralihan status berjalan dengan baik.
"Karena tidak ada kepastian akan diangkat menjadi ASN dan merupakan bentuk strategi pecah belah bagi 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan," ujar dia kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (27/5).
Dia menilai, KPK telah menyalahi tata kelola pemerintahan umum yang baik, di mana setiap kebijakan publik dilakukan secara tranparan, akuntabel, dan terpercaya. Dia melanjutkan, proses pengambilkeputusan dan hasil yang tertutup dijadikan modus untuk menghindari diskursus dan antikritik.
Giri mengatakan, sampai dengan saat ini belum ada penjelasan apapun dari pimpinan KPK kepada 75 pegawai secara langsung. Dia mengungkapkan, nama-nama 51 yang akan diberhentikan dan 24 nama yang akan dibina juga belum diumumkan hingga kini.
"Kami hanya mendengar dari Konpers Pimpinan KPK dan Kepala BKN," katanya.