Senin 24 May 2021 15:49 WIB

Varian Baru Covid-19 yang Terus Ditemukan di Indonesia

Kasus terbaru varian asal Inggris ditemukan pada pasien di Batam.

Dua orang bocah mengayuh sepedanya di dekat mural bertema Covid-19. Varian baru Covid-19 terus ditemukan di sejumlah kota di Indonesia.
Foto:

Beberapa varian baru Covid-19 telah memasuki Indonesia seperti B117, B1617 hingga B1351. Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat bahkan sedikitnya ada 240 jenis mutasi Covid-19 di enam bulan setelah pandemi terjadi.

Pengurus IDI, Mariya Mubarika, menilai mutasi virus jadi hal yang alami. Mutasi akan terus ada dan bukan sesuatu hal yang harus bisa dihentikan.

"Laporan yang kami dapat enam bulan setelah pandemi, mutasi varian yang berbeda saja 240 jenis," katanya dalam sebuah diskusi bertema Varian Baru Covid-19, Sabtu (22/5). Ia mengakui, jumlah varian baru virus ini cukup banyak di dunia.

Sementara terkait varian baru B117 asal Inggris, B1617 dari India dan B1351 asal Afrika Selatan yang sudah masuk Indonesia, ia tak bisa menyimpulkan apakah ini mematikan. "Apakah varian ini mematikan di Indonesia? Ini sulit untuk diambil kesimpulan," katanya.

Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Kesehatan dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi), Ridwan Amiruddin, menyebutkan, saat ini sekitar 6.600 mutasi Covid-19 ada di dunia. Dan, 30 persen di antaranya bisa menyebabkan penularan lebih tinggi.

"Kalau varian baru Covid-19 hampir 6.600-an. Ini angka yang besar, tapi hanya 20 hingga 30 persen di antaranya yang berpotensi menyebabkan penyebaran lebih tinggi," katanya.

Dari ribuan mutasi virus ini, tiga di antaranya yang terdeteksi di Indonesia. Ia menambahkan, varian baru virus ini bisa masuk Indonesia karena baik warga negara asing (WNA) maupun warga negara Indonesia (WNI) dari luar negeri hingga pekerja migran bisa masuk ke Tanah Air.  

Terkait potensi penularan mutasi Covid-19 yang ada di Indonesia, ia mengakui ada peluang. Ia menjelaskan, mutasi virus B117 yang berasal dari Inggris di negara asalnya menular lebih cepat hingga 60 persen.

"Artinya kalau mutasi virus ini masuk ke Indonesia (B117) maka bisa juga berpotensi (menular lebih cepat)" kata pria yang juga epidemiolog tersebut.

Ia menambahkan, mutasi virus pasti terjadi untuk mempertahankan hidup. Kendati demikian, dia menambahkan, belum cukup bukti bahwa meskipun angka kematian akibat mutasi Covid-19 lebih besar.

Di lain pihak, dia mengingatkan Indonesia meningkatkan kewaspadaan adanya varian baru. Sehingga, ia berpesan jangan sampai Indonesia menghentikan vaksinasi Covid-19 karena adanya varian baru virus ini. Namun, ia menilai negara ini masih berkutat melandaikan varian virus corona yang lama.

"Itu jadi pekerjaan rumah kita," katanya.

Saat berhadapan dengan mutasi virus, Mariya mengajak masyarakat memahami apa yang terjadi. "Kalau mau selamat, mau sehat maka masyarakat harus berjuang fokus menjaga sebaik mungkin penyakit penyerta (komorbid) dan itu adalah benteng-bemteng pertahanan untuk melindungi dari serangan Covid-19 apapun mutasinya," katanya.

Hal penting lainnya adalah mencegah penularan dengan tidak stres. Ia mengakui kadang stres juga menurunkan imunitas tubuh kemudian meningkatkan risiko penularan. IDI mendapatkan laporan ada orang sehat ketika terinfeksi ketakutan setengah mati kemudian akibatnya mengalami gejala infeksi virus yang berat.

Tak hanya itu, ia menambahkan, pusat pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC) tegas mengatakan bahwa ada transmisi virus dengan cara aerosol dalam ruangan tertutup meski telah menjaga jarak. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat harus membuka pintu atau memasang air sterilitation. Dengan menerapkan upaya-upaya ini, ia percaya transmisi bisa dihindari semaksimal mungkin.

"Jadi,  masyarakat harus benar-benar pahami," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement