REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elisabeth mengatakan, dana otonomi khusus (otsus) bukan menjadi satu-satunya solusi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan di Papua. Banyak persoalan yang terjadi di Tanah Papua yang perlu diselesaikan atau dibenahi, termasuk kapasitas penyelenggara pemerintahannya.
"Anggaran sebesar apa pun, otoritas yang diberikan sebesar apa pun, ketika kapasitasnya tidak cukup atau tidak bisa mengelola itu semua, itu juga menjadi persoalan," ujar Adriana dalam diskusi daring, Rabu (19/5).
Menurut dia, kapasitas penyelenggara pemerintahan ini menjadi salah satu faktor terhadap masih banyaknya masalah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan di Papua. Kapasitas penyelenggara pemerintah yang mengelola anggaran otsus Papua perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar jelas peruntukannya.
Adriana menyebutkan, hampir 20 tahun, indeks pembangunan manusia (IPM) di Papua dan Papua Barat masih jadi yang terendah secara nasional, meskipun setiap tahun IPM-nya memang meningkat. Padahal, besaran dana otsus Papua setiap tahunnya pun makin bertambah.
Dia mengatakan, membandingkan atau mengevaluasi Papua tidak bisa melihat Papua sebagai daerah yang normal seperti daerah otonomi lainnya. Papua memiliki berbagai persoalan yang kompleks, seperti masih terjadinya konflik bersenjata di beberapa wilayah di Papua.
Dalam hal geografis pun, Papua mempunyai permasalahannya sendiri untuk menghadirkan pelayanan publik yang merata sampai ke kampung-kampung terpencil. Alokasi dana otsus semestinya menutupi kesulitan-kesulitan yang dihadapi Papua di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi lokal, maupun infrastruktur.
"Ketika dana itu ditambah, sekali lagi, persoalan apa yang masih ada di Papua yang harus diselesaikan?" kata Adriana.