Selasa 18 May 2021 18:10 WIB

Jika Telanjur Terima Dosis Awal Batch CTMAV547 AstraZeneca

Skema vaksinasi bagi penerima dosis awal batch CTMAV547 AstraZeneca sedang dirancang.

Vaksinator bersiap melakukan vaksinasi menggunakan vaksin Covid-19 Astrazeneca. Pemerintah melakukan penghentian sementara vaksin AstraZeneca batch CTMAV547.
Foto:

Trio Fauqi Virdaus yang wafat setelah memperoleh vaksin AstraZeneca bakal diautopsi dalam beberapa waktu mendatang. Pihak keluarga Trio sudah menyetujuinya agar mengetahui secara pasti penyebab meninggalnya pemuda berusia 22 tahun itu.

Kakak Trio, Viki, menyampaikan pertemuan antara pihak keluarga dengan Komnas KIPI, Komda KIPI DKI Jakarta, Dinkes DKI Jakarta, dan Kemenkes berlangsung pada Senin (17/5). Salah satu isi pertemuan membahas rencana autopsi Trio.

"Pertemuan pembahasan mengenai autopsi. Kami dijelaskan bagaimana prosesnya nanti dilakukan dan dijelaskan autopsi dilakukan orang-orang kompeten, dokter ahli," kata Viki kepada Republika, Selasa (18/5).

Viki mengatakan, ini baru pertama kalinya Komnas KIPI mendatangi pihak keluarga Trio. Selama ini, baru perwakilan Dinkes DKI Jakarta yang pernah menemui pihak keluarga.

"Kalau Dinkes sudah pernah datang perwakilannya tidak lama habis adik saya meninggal. Mereka tanyakan riwayat penyakitnya," sebut Viki.

Viki menekankan, autopsi perlu dilakukan agar mengetahui penyebab pasti meninggalnya Trio. Ia heran karena Trio meninggal tak sampai 24 jam setelah mendapat vaksin Covid-19 keluaran AstraZeneca.

"Keluarga menyatakan bersedia autopsi demi kepentingan masyarakat umum. Pihak keluarga ikhlas," ujar Viki.

Viki menyampaikan, pihak keluarga masih menunggu tanggal pasti autopsi dilakukan. Sebab, otoritas medis terkait masih belum memberi kepastian jadwal.

"Belum autopsi, rencana belum tahu kapan karena mereka masih berkoordinasi lebih dulu dengan rumah sakit yang ditunjuk nantinya, masih ada dokumen yang harus diurus," ucap Viki.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan penghentian sementara batch tertentu AstraZeneca tidak berarti vaksin tersebut bermasalah. "Bukan berarti batch vaksin tersebut bermasalah, bukan. Justru kami ingin memastikan dan berhati-hati," katanya.

Di lain pihak, pihaknya meminta masyarakat tidak perlu ragu untuk mendapatkan vaksin ini dan segera untuk mendapatkan imunisasi. Nadia mewanti-wanti masyarakat jangan menunda untuk mendapatkan suntikan imunisasi Covid-19 ini karena mendengar isu atau informasi yang tidak benar atau tidak tepat.

Ia menjelaskan, risiko untuk menjadi sakit atau berakhir pada kematian itu sangat besar. Vaksin ini juga memberikan perlindungan luar biasa terhadap kesakitan dengan gejala berat sampai kematian itu sampai diatas 95 persen. Ia menegaskan, pemerintah menjamin menyediakan vaksin yang aman.

"Kalau berbicara mengenai vaksinasi yang sudah digunakan itu adalah vaksin yang pasti sudah lulus uji klinis tahap 3. Kemudian mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari BPOM yang artinya izin ini termasuk juga mengkaji aspek keamanannya," katanya.

Pengujian sterilitas dan toksisitas vaksin batch CTMAV547 AstraZeneca merupakan prosedur organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) jika ada laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Ketua Komisi Nasional KIPI, Hindra Irawan Satari, menambahkan, sebenarnya prosedur ini sudah baku digunakan untuk seluruh vaksin, bukan hanya untuk Covid-19. Ia menambahkan prosedur ini dilakukan sejak 1998 lalu, jadi bukan hal yang aneh.

"Batch yang lain kan masih bisa dipakai. Nanti kalau diuji ternyata hasil sterilitas dan toksisitasnya tidak tercemar ya digunakan lagi," katanya.

Mengenai dua orang yang meninggal dunia memang akibat vaksin batch CTMAV547, ia tak mau berkomentar banyak. Menurutnya,  belum cukup bukti vaksin ini telah membuat dua orang meninggal dunia.

"Oleh karena itu, kamu lihat sterilitas dan toksisitasnya. Ini dikaji bersama-sama antara BPOM, Komnas KIPI, hingga Kementerian Kesehatan (Kemenkes)," ujarnya.

Terkait lama pengujian sterilitas dan toksisitas, Hindra memperkirakan membutuhkan waktu paling cepat sekitar dua pekan. Sebab, vaksin ini harus diberikan pada binatang termasuk reaksi yang terjadi seperti menyebabkan kematian, kemudian hasilnya diamati dan selanjutnya diperiksa di laboratorium. Ia menambahkan, ini tentu membutuhkan waktu untuk pengamatannya.

"Kemudian setelah BPOM mengeluarkan hasil, Komnas KIPI mengkaji lagi, melaporkan, kemudian kami mengeluarkan rekomendasi. Setelah itu vaksinasi (batch KIPI yang dilaporkan) baru bisa berjalan lagi," katanya.

Terkait tenggat waktu Komnas KIPI kepada BPOM untuk menyerahkan kajiannya kepada Komnas KIPI, pihaknya tak melakukannya. Sebab, Hindra melanjutkan, sudah ada prosedur, langkah, protokolnya yang tidak bisa dipercepat atau diperlambat. "Kami sih inginnya cepat, karena kalau ditunda virusnya berkembang biak terus," katanya.

 

photo
Vaksin AstraZeneca - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement