Selasa 11 May 2021 17:10 WIB

Komnas KIPI Periksa Efek Pembekuan Darah dan Kecemasan

Pemerintah belum putuskan menarik AstraZeneca meski Trio meninggal pascavaksinasi.

Vaksin AstraZeneca. Seorang pemuda di Jakarta meninggal satu hari setelah menerima suntikan vaksin AstraZeneca.
Foto: Prayogi/Republika.
Vaksin AstraZeneca. Seorang pemuda di Jakarta meninggal satu hari setelah menerima suntikan vaksin AstraZeneca.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati, Rizky Suryarandika

Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI) belum memiliki cukup bukti untuk mengaitkan peristiwa meninggalnya Trio Fauqi Virdaus (22) dengan pembekuan darah akibat vaksin AstraZeneca. Komnas KIPI masih terus melakukan penelusuran dari kasus meninggalnya Trio sehari setelah divaksinasi AstraZeneca.

Baca Juga

"Saat ini sedang dilakukan penelusuran untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk mengaitkan kejadian ikutan pascaimunisasi dengan imunisasi yang diberikan," kata Ketua Komnas KIPI, Hindra Irawan Satari, yang dikonfirmasi melalui sambungan telepon di Jakarta, Selasa (11/5). Hindra mengatakan gejala yang mungkin timbul pascaimunisasi beragam pemicunya, bisa disebabkan oleh kandungan vaksin yang mengalami cacat produk hingga kekeliruan prosedur saat penyuntikan.

"Dulu ada vaksin Rotavirus menyebabkan invaginasi, tapi sekarang sudah diubah produknya jadi generasi berikutnya dan sekarang sudah aman. Atau kekeliruan prosedur, misalnya disuntikkan di dalam otot, ternyata suntiknya terlalu dangkal itu bisa juga sebabkan KIPI," katanya.

Hindra mengatakan Komnas KIPI masih mengumpulkan bukti terkait dugaan pembekuan darah yang dialami warga Buaran, Jakarta Timur, itu. "Belum cukup bukti, namun tidak dapat disingkirkan," katanya, saat ditanya apakah kejadian yang dialami Trio berkaitan dengan pembekuan darah.

Prinsip kedua yang sedang ditelusuri Komnas KIPI adalah faktor kecemasan almarhum yang tidak terkait dengan imunisasi. "Prinsip keduanya adalah kecemasan, namun gejala yang diperlihatkan ada perbedaan," katanya.

Reaksi kecemasan berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada 20 Desember 2019 dikelompokkan dalam 'Imunization Stress-Related Response' atau gejala dan tanda yang muncul akibat kecemasan. "Ini tidak berhubungan dengan kecacatan produk, tidak berhubungan dengan isi vaksin bahkan kekeliruan prosedur. Respons ini merupakan reaksi dari nerveus fanboost, reaksinya berupa napas cepat berhubungan dengan reaksi psikiatrik yang berhubungan dengan stres," katanya.

Hindra mengatakan faktor stres muncul karena kekuatan psikologi orang berbeda, kerentanan berbeda, pengetahuan tentang vaksin juga berbeda dan persiapan dan konteks sosial berbeda pada setiap individu. "Misalnya saat mau ujian lisan, kita ke kamar mandi bolak-balik. Atau dipanggil atasan, kita berdebar. Bisa juga diputuskan pacar, tidak ada nafsu makan. Reaksi ini sama dengan imunisasi," katanya.

Respons stres yang berhubungan dengan imunisasi bisa berupa stres akut, reaksi vasovagal atau dissosiative neurological. Stres akut biasanya ditandai jantung berdebar, kemudian kesemutan, rasa sakit dada, melayang, pusing, sakit kepala dan bisa berulang.

Kadang terjadi pingsan, kejang hingga bengong. Reaksi vasovagal ditunjukkan dengan rasa pusing namun reaksinya ringan. "Itu akibat dari pelebaran pembuluh darah dan denyut jantung menurun. Pingsan bisa 20 detik atau beberapa menit, terus langsung sadar dan baik," katanya.

Sementara, dissosiative neurological sympton reaction mirip seperti mengalami kelumpuhan, lemas atau gerakan aneh, susah bicara atau kejang. Situasi ini bisa terjadi beberapa hari atau jam setelah imunisasi.

Hingga saat ini, pemerintah masih menunggu hasil investigasi oleh Komnas dan Komda KIPI. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito juga menyampaikan bahwa sampai saat ini belum ada keputusan untuk menangguhkan penggunaan vaksin Astrazeneca dalam program vaksinasi Covid-19 nasional.

"Pemerintah masih menunggu hasil investigasi yang dilakukan Komnas KIPI dan Komda. Sejauh ini belum ada keputusan untuk menunda penggunaan vaksin AstraZeneca," kata Wiku dalam keterangan pers, Selasa (11/5).

Kementerian Kesehatan juga masih dalam posisi mendistribusikan vaksin AstraZeneca meski terjadi kasus meninggal pascavaksinasi. Kemenkes memiliki sejumlah pertimbangan.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengaku, Kemenkes belum memutuskan menarik distribusi Vaksin AstraZeneca. Ia menyebutkan dua alasan mengapa Vaksin AstraZeneca masih dibagikan di Indonesia.

"Tidak. Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) sudah menyebutkan bahwa belum cukup bukti kaitan kematian dengan vaksinasi," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (11/5).

Apalagi, dia melanjutkan,  kini lebih dari satu juta orang telah mendapatkan suntikan AstraZeneca di Indonesia. Tak hanya itu, Nadia menyebutkan vaksin ini termasuk vaksin yang sudah measuk dalam daftar penggunaan darurat (Emergency Use Listing/EUL) dari organisasi kesehatan dunia PBB (WHO). "Artinya, vaksin AstraZeneca aman," ujarnya.

Ia meminya masyarakat jangan merasa takut ketika mendapatkan vaksin ini. Mengenai persiapan khusus ketika akan mendapatkan vaksin ini, Nadia mengaku tak ada yang spesial. Sebab, vaksin ini aman. Namun, dia menambahkan, kalau ada penyakit gangguan darah harus hati-hati dan berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokternya.

photo
Vaksin AstraZeneca - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement