REPUBLIKA.CO.ID, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Tanjungpinang mencatat, jumlah pasien Covid-19 di Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) itu belakangan meningkat tajam. Lonjakan kasus diduga salah satunya disebabkan penularan cepat dari varian baru Corona.
Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Tanjungpinang Teguh Ahmad Syafaridi Tanjungpinang, Ahad (11/5) mengatakan, kasus aktif Covid-19 menyebar di 17 kelurahan di Tanjungpinang. Saat ini, hanya Kelurahan Penyengat yang masih nol kasus aktif Covid-19. "Kami imbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dengan menerapkan protokol kesehatan," kata Ahad.
Pada Ahad, jumlah kasus baru Covid-19 di Tanjungpinang bertambah 46 orang sehingga total sejak awal pandemi mencapai 2.485 orang. Saat ini, jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit sebanyak 51 orang, 29 orang menjalani karantina terpadu di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Kepri di Bintan, dan isolasi mandiri 350 orang. Sementara jumlah pasien yang meninggal dunia mencapai 54 orang.
Dinkes Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, menyatakan virus Corona yang menyerang warga dalam 1,5 bulan terakhir lebih ganas. Pelaksana Tugas Kepala Dinkes Tanjungpinang Nugraheni, Senin (10/5), mengatakan, Corona lebih cepat dan lebih mudah menulari masyarakat sehingga jumlah pasien meningkat tajam sejak April 2021.
"Kami belum terima hasil penelitian tim ahli, apakah ini varian baru atau bukan. Tetapi tim ahli dari Kemenkes mengatakan virus ini memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibanding Covid-19 sebelumnya," kata Nugraheni.
Kasus aktif Covid-19 di Tanjungpinang hingga akhir Maret 2021 sebenarnya sempat tinggal 63 orang. Namun, kemudian merangkak naik lagi hingga sekarang menjadi 530 orang.
"Sekarang ini dalam tahap yang sangat mengkhawatirkan. Banyak yang bergejala, mungkin disebabkan tubuh pasien itu kelelahan atau kurang sehat ketika diserang Covid-19," ujarnya, menambahkan.
Nugraheni mengemukakan jumlah ruang rawat inap untuk pasien Covid-19 hampir penuh, sehingga perlu diantisipasi agar ruang rawat inap tetap tersedia. Pemprov Kepri pun akan menyiapkan ruang inap baru di Rumah Sakit Raja Ahmad Thabib (RSUP Kepri).
Kepala Dinkes Kepri, Bisri mencurigai peningkatan jumlah pasien pada April 2021 di provinsi itu disebabkan penularan B1525. Varian baru virus Corona itu yang pernah ditemukan pada Februari 2021 di Batam.
"Satu kasus pada Februari 2021 ditemukan varian baru Covid-19 di Batam, yang menginfeksi salah seorang pekerja migran Indonesia atau eks tenaga kerja Indonesia (TKI) dari Malaysia."
Menurut analisisnya, potensi varian baru Covid-19 masuk ke Kepri cukup besar, lantaran eks TKI masuk ke Tanah Air melalui Batam dan Tanjungpinang. Karena itu, Dinkes Kepri telah melayangkan surat permohonan kepada Kemenkes untuk meneliti lebih mendalam jenis Covid-19 yang menular kepada warga.
"Ini (penelitian) membutuhkan waktu. Kami curiga karena penularannya begitu cepat. Kami berharap itu (penularan varian baru Covid-19) tidak terjadi," katanya.
Selain itu, Bisri mengatakan penularan Covid-19 yang begitu cepat di Kepri tidak terlepas dari kelalaian masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan saat beraktivitas. Kelalaian itu, menurut dugaannya disebabkan sejak Januari-Maret 2021, kasus aktif Covid-19 semakin sedikit.
"Karena kasus Covid-19 semakin sedikit, ada banyak orang yang tidak menerapkan protokol kesehatan. Kerumunan terjadi, banyak orang yang tidak menggunakan masker," katanya
Senada dengan Bisri, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Rusdani mengatakan pengawasan protokol kesehatan masyarakat di daerah itu belakangan mulai longgar sehingga turut memicu melonjaknya kasus Covid-19. Dia menilai, masyarakat setempat terlena karena penyebaran kasus sempat turun, lalu akhirnya banyak yang mengabaikan protokol kesehatan, seperti tidak memakai masker.
Kemudian acara-acara keramaian di hotel sudah mulai banyak digelar, menyusul berbuka puasa diperbolehkan. Pasar-pasar juga ramai pengunjung tanpa mengindahkan protokol kesehatan.
"Pengawasan protokol kesehatan saat ini, tidak seketat seperti masa awal kasus pandemi Covid-19," ujar Rusdani.
Di samping itu, lanjut dia, masyarakat menganggap vaksinasi Covid-19 yang tengah berjalan dapat melindungi diri dari Covid-19. Padahal, menurut dia, vaksinasi tidak 100 persen melindungi seseorang dari Covid-19.
"Cukup banyak setelah vaksin terinveksi Covid-19. Bahkan dokter sekali pun," ujar Rusdiani.