Ahad 09 May 2021 21:46 WIB

Pusako: Pegawai KPK tak Lulus TWK Tangani Kasus Megakorupsi

Sebagian pegawai KPK yang tak lulus TWK juga sedang menangani kasus Harun Masiku.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Univ Andalas Feri Amsari.
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Univ Andalas Feri Amsari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, mengatakan  dari 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK), menangani kasus megakorupsi. Mulai dari kasus korupsi bantuan sosial Covid-19, benih benur, BLBI, hingga Harun Masiku.

"Kasus-kasus yang berkaitan dengan Harun Masiku juga ditangani oleh orang-orang yang disingkirkan di 75 (pegawai KPK) ini," ujar Feri dalam diskusi daring, Ahad (9/5).

Baca Juga

Dia mengelompokkan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK ke dalam tiga klaster. Feri menilai, tes wawasan kebangsaan untuk pegawai KPK dalam rangka alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN), sebagai usaha menyingkirkan orang-orang yang berupaya mengungkap kasus besar korupsi.

Pertama, klaster kasatgas, pegawai yang secara teknis lapangan memimpin berbagai aksi KPK, sehingga orang ini dinilai perlu disingkirkan. Kedua, klaster anggota kasatgas, pegawai KPK yang menangani perkara mega korupsi dan korupsi yang melibatkan dunia politik, sehingga tentu saja bagi para koruptor, pegawai KPK seperti ini berbahaya dan perlu disingkirkan.

Ketiga, klaster pimpinan KPK, seperti Direktur Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi Sujanarko dan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Giri Suprapdiono. Orang-orang ini bisa sangat menentukan kebijakan internal KPK terkait dengan upaya pemberantasan korupsi yang juga dinilai perlu disingkirkan melalui TWK.

Selain itu, Feri melanjutkan, ada pihak yang membuat klaster lainnya atas 75 pegawai yang tidak lolos TWK tersebut. Misalnya, ada pegawai yang tidak lulus TWK karena ikut menyidangkan etik Ketua KPK Firli Bahuri.

Sidang etik itu berkaitan dengan kasus Firli bermain tenis bersama orang yang terlibat perkara di KPK. Selain itu, sidang etik juga berkaitan dengan kasus Firli menumpang helikopter, Alphard sewaan, hotel mewah, dan sebagainya.

"Mana ada pimpinan KPK dari awal hingga sampai periode sebelum Pak Firli, tiba-tiba naik helikopter, pimpinan KPK dan anggota KPK dulu dikenal sebagai jelangkung, datang tidak diundang pulang tidak diantar, tidak ada yang ala-ala pejabat," kata Feri.

Namun, di era kepemimpinan Firli Bahuri, pejabat KPK layaknya pejabat tinggi yang bisa naik helikopter dan fasilitas mewah. Menurut Feri, ada perbedaan yang signifikan antara pimpinan KPK saat ini dan pimpinan KPK sebelumnya.

"Kok pimpinan sekarang yang kemudian bertekad betul untuk mengadakan tes wawasan kebangsaan. Seburuk apa sih wawasan kebangsaan para pejuang antikorupsi ini," tutur Feri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement