Ahad 09 May 2021 05:54 WIB

Bipang Ambawang di Pidato Jokowi, Salah Ketik atau Sengaja?

Istana harus mengklarifikasi pidato Presiden untuk meredam kegaduhan.

Daging babi  (ilustrasi)
Foto:

Oleh : Karta Raharja Ucu, Jurnalis Republika (@kartaraharjaucu)

Di sini kita sedikit luruskan. Pak Presiden Jokowi menyebutkan "Ambawang" yang berada di Pontianak, Kalimantan Barat. Sementara Fadjroel menjelaskan Bipang yang dimaksud Presiden Jokowi adalah makanan dari beras dan gula yang berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Jelas ada kekeliruan karena jika merujuk pada GoogleMap, jarak antara Pontianak dengan Banjarmasin adalah 1.215,9 km. Apalagi Presiden Jokowi tidak menyebutkan Bipang Banjarmasin, melainkan Bipang Ambawang.

Ada pula yang mengatakan jika pidato Presiden Jokowi bukan ditujukan untuk umat Islam, melainkan untuk umat agama lain. Perlu dicatat, memang tanggal 13 Mei 2021 bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri sekaligus Hari Kenaikan Yesus Kristus.

Sejumlah akun di medsos seperti Twitter dan Instagram ramai-ramai menyatakan jika pernyataan Presiden Jokowi soal Bipang Ambawang adalah untuk umat Nasrani. Karena Presiden Jokowi adalah presiden seluruh umat beragama di Indonesia, tidak hanya umat Islam.

Sebelum saya tanggapi, pernyataan tersebut seperti penegasan jika Bipang Ambawang adalah memang kuliner Babi Panggang. Jika memakai rujukan saudara-saudara kita dari umat Nasrani tersebut, pernyataan Fadjroel pun terbantahkan soal Bipang/Jipang Banjarmasin.

Baiklah, tanpa mengurangi rasa hormat kepada saudara-saudara Nasrani yang saya cintai karena sebangsa dan setanah air, perlu dicatat, pidato Presiden Jokowi tersebut dibuat untuk memberikan penjelasan terkait mudik Lebaran. Konteksnya adalah pelarangan mudik saat Lebaran, Hari Raya Idul Fitri, perayaan hari besar umat Islam. Di sini Presiden Jokowi ingin meminta umat Islam yang mau mudik harap menahan diri untuk tidak pulang ke kempung halaman karena masih masa pandemi. Sehingga, Presiden menyarankan, memberi masukan, kepada umat Islam yang tidak bisa mudik tetapi rindu dengan makanan khas daerahnya, bisa memesan lewat online. Jelas ya. Lagi pula, apakah tradisi mudik itu ada ketika perayaan Kenaikan Yesus Kristus? Biasanya momen mudik terjadi di Hari Lebaran, atau setidaknya perayaan Natal.

Nah, Pakar Hukum Prof Refly Harun juga punya pendapat. Pidato Presiden ini tidak bisa disepelekan, karena masyarakat sekarang sangat sensitif terhadap pemerintah Presiden Jokowi yang dianggap terlalu meng-endores, misalnya di satu sisi kelompok-kelompok non-Muslim atau kelompok-kelompok yang anti-Muslim secara umum. "Walaupun kita tidak bisa mengatakan semuanya anti, tapi paling tidak ada tones seperti itu, di mana idiom-idiom kanan itu sangat tidak disukai pendukung Jokowi. Yang mereka sukai adalah organisasi agama atau kelompok-kelompok siapa saja yang mendukung pemerintahan," kata dia.

Di sisi lain ada cerita tenaga kerja Cina yang terus berdatangan, padahal pemerintah melarang mudik. "Dalam latar belakang seperti itu, dalam menyebut Bipang Ambawang adalah fatal. Orang akan menganggap tim komunikasi Presiden tidak peka terhadap isu-isu yang seperti ini."

Lantas bagaimana kita sebagai umat Islam dan rakyat Indonesia menyikapi polemik tersebut? Pernyataan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr Amirsyah Tambunan, bisa jadi jawabannya. Menurut Dr Amirsyah, klarifikasi sangat penting agar kegaduhan terkait menu Bipang yang haram bagi umat Islam tidak terus bergulir.

"Agar kegaduhan ini segera mereda," kata Sekretaris Jenderal MUI, Dr Amirsyah Tambunan, dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Sabtu (8/5).

Klarifikasi ini, juga sangat penting agar umat paham apa yang sebenarnya sedang dipromosikan oleh Presiden. "Saya pikir klarifikasi ini harus cepat disampaikan agar publik paham, karena kata Bipang dengan Jipang sebutan diksinya hampir mirip tapi sebetulnya beda produk," ujarnya.

Menurut Amirsyah jika Bipang Ambawang yang dimaksud dari Kalimantan maka jelas bahwa yang dimaksud adalah babi panggang. Yang disampaikan dalam pandangan Sekjen MUI menimbulkan pertanyaan. Karena imbauan tersebut dikemukakan di tengah bulan suci Ramadhan dan menjelang Lebaran Idul Fitri bagi umat Islam. "Ini penting (yang) sebetulnya dimaksud itu apa, agar tidak menimbukan salah paham."

Amirsyah berpendapat, sebaiknya dan sudah seharusnya kita fair dalam menilai pidato Presiden, teks dan konteksnya dalam suasana menjelang Idul Fitri yang merupakan perayaan terbesar untuk Umat Islam. Sehingga tentu yang dibicarakan adalah makanan halal, bukan makanan haram. Ia juga berharap tim media Istana harus ksatria minta maaf kepada masyarakat yang menghormati perbedaan keyakinan terkait makanan halal dan haram.

Namun, karena masih Ramadhan, sebaiknya kita, khususnya umat Islam, menahan diri berkomentar mengingat bisa mengurangi keberkahan di bulan suci. Ada baiknya kita berdoa agar kekeliruan (bukan salah ketik) seperti ini tidak terjadi lagi. Terlebih ada yang perlu juga disoroti ketimbang Bipang Ambawang, yakni kedatangan ratusan WN China ketika larangan mudik diberlakukan. Tabik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement