Selasa 04 May 2021 20:02 WIB

Penyadapan, MK Putuskan KPK tak Perlu Izin Dewan Pengawas

Pimpinan KPK cukup memberitahukan kepada dewan pengawas yang mekanismenya.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman
Foto:

Berkenaan dengan pertimbangan di atas, Mahkamah menegaskan, adanya kewajiban pimpinan KPK mendapatkan izin dewan pengawas dalam melakukan penyadapan merupakan bentuk campur tangan atau intervensi terhadap aparat penegak hukum oleh lembaga yang melaksanakan fungsi diluar penegakan hukum. Hal itu juga merupakan bentuk nyata tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum khususnya kewenangan pro justitia yang seharusnya hanya dimiliki oleh lembaga atau aparat penegak hukum.

Aswanto menuturkan, tindakan-tindakan penegakan hukum yang didalamnya mengandung upaya-upaya paksa yang kerap kali beririsan dengan perampasan kemerdekaan orang atau barang, adalah tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang secara kelembagaan telah tertata dalam kelembagaan criminal justice system.

Berkenaan dengan tindakan penyadapan sangat terkait dengan hak privasi seseorang, maka penggunaannya harus dengan pengawasan yang cukup ketat. Artinya, terkait dengan tindakan penyadapan yang dilakukan KPK tidak boleh dipergunakan tanpa adanya kontrol atau pengawasan meskipun bukan dalam bentuk izin yang berkonotasi ada intervensi dalam penegakan hukum oleh dewan pengawas kepada pimpinan KPK.

"Oleh karena itu Mahkamah menyatakan tindakan penyadapan yang dilakukan pimpinan KPK tidak memerlukan izin dari dewan pengawas," kata Aswanto.

Dia melanjutkan, pimpinan KPK cukup memberitahukan kepada dewan pengawas yang mekanismenya akan dipertimbangkan bersama-sama dengan pertimbangan hukum. Hal ini berkaitan dengan izin atas tindakan penggeledahan dan/atau penyitaan oleh KPK pada pertimbangan hukum selanjutnya.

Sebagai konsekuensi yuridis, dewan pengawas tidak dapat mencampuri kewenangan yudisial atau pro justitia. Sehingga, MK pun menyatakan frasa "dipertanggungjawabkan kepada Dewan Pengawas" dalam Pasal 12C ayat 2 inkonstitusional, sepanjang tidak dimaknai "diberitahukan kepada Dewan Pengawas".

Hal serupa juga terjadi pada Pasal 40 ayat 2. MK menyatakan frasa "harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 (satu) minggu" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "diberitahukan kepada Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja."

 

Permohonan perkara nomor 70/PUU-XVII/2019 diajukan Anang Zubaidy dan kawan-kawan yang merupakan advokat/konsultan hukum di Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement