Jumat 30 Apr 2021 08:08 WIB

Pengamat Ramalkan Dampak Pelabelan Teroris Papua

Label teroris yang kini mereka emban membuat pemerintah menutup pintu dialog.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Personel Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang beroperasi di Papua.
Foto: Istimewa
Personel Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang beroperasi di Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridwan Habib menduga pola penanganan konflik di Papua akan berubah dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini menyusul pelabelan terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dan organisasi yang berafiliasi di Papua sebagai daftar terduga teroris dan organisasi teroris (DTTOT). 

Ridwan menyebut, hal yang pastinya berubah yaitu berkurang hingga nihilnya upaya diplomasi dengan para mantan KKB. Label teroris yang kini mereka emban membuat pemerintah menutup pintu dialog.

"Kalau disebut teroris maka tidak ada ruang negosiasi karena Indonesia menganut tidak kompromi dengan teroris termasuk dengan JAD, ISIS siapapun yang terkait maka ditindak hukum," kata Ridwan kepada Republika, Kamis (29/4).

Ridwan menyampaikan, dengan label teroris maka ujung tombak penanganannya ada di Densus 88 Polri. Unsur TNI bisa turut serta hanya sebagai perbantuan. 

Oleh karena itu, dia mengusulkan, regulasi penanganan teror oleh TNI dapat segera disahkan oleh Presiden. Dengan demikian, dia optimis penanganan terorisme dapat lebih maksimal dilakukan.

"TNI masuk dalam konteks perbantuan dengan cara surat permintaan Kapolri ke Panglima TNI karena Perpres TNI tangani terorisme belum ditandatangani, padahal mestinya ditandatangani Presiden kalau mau cepat," ujar Ridwan.

Diketahui, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD telah meminta kepada semua aparat keamanan terkait untuk melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur terhadap organisasi-organisasi yang kini dilabeli teroris di Papua.

"Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris," ujar Mahfud MD dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (29/4).

Mahfud menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah mendengar pernyataan dari Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Badan Intelijen Negara (BIN), pimpinan Polri-TNI dan tokoh-tokoh Papua. Mahfud mengklaim banyak tokoh masyarakat, tokoh adat Papua, serta pimpinan resmi Papua yang datang ke kantornya untuk memberi dukungan. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement