Kamis 29 Apr 2021 23:39 WIB

Akankah Pemerintah Kirim Densus 88 ke Papua?

Mahfud menegaskan kepolisian tetap berada di barisan terdepan dalam memberantas KKB.

Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri dalam suatu operasi evakuasi benda diduga bom (ilustrasi).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri dalam suatu operasi evakuasi benda diduga bom (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Rizky Suryarandika, Ali Mansur, Antara

Dalam kurun waktu tiga pekan terakhir kelompok kriminal bersenjata (KKB) makin intens melakukan aksi kekerasan di wilayah Kabupaten Puncak, Papua. Anggota KKB menembak dua orang guru, yakni Oktavianus Rayo (42) pada Kamis (8/4) dan Yonathan Rande (30) pada Jumat (9/4).

Baca Juga

KKB juga membakar rumah guru dan tiga sekolah. Pada Ahad (11/4) KKB membakar sebuah helikopter yang sedang dalam perbaikan di Bandar Udara Aminggaru, Ilaga. Kemudian pada Rabu (14/4), KKB menembak mati tukang ojek di Kampung Eromaga.

Sehari berikutnya pada Kamis (15/4), kkb menembak seorang pelajar dan kemudian pada Ahad (25/4) Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Papua Brigjen I Gusti Putu Danny Nugraha gugur dalam kontak tembak di Beoga. Terakhir pada Selasa (27/4), seorang anggota Brimob Bhrada Komang gugur, serta dua lainnya mengalami luka tembak.

Eskalasi kekerasan akibat ulah KKB ini akhirnya membuat pemerintah mengambil keputusan untuk mengategorikan organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif sebagai teroris. Atas dasar itu, pemerintah telah meminta kepada semua aparat keamanan terkait untuk melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur terhadap organisasi-organisasi tersebut.

"Pemerintah mengangap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, pada konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (29/4).

Terkait pengerahan kekuatan dalam memburu organisasi teroris di Papua, pihak kepolisian berada di barisan paling depan. TNI akan melakukan bantuan penebalan pasukan dari pihak kepolisian tersebut.

"Akan dilakukan menurut undang-undang. Siapa itu yang melakukan? Satu, yang di depan itu polisi dengan bantuan penebalan dari TNI. Itu saja undang-undangnya," ujar Mahfud.

Pernyataan Mahfud itu kemudian memunculkan pernyataan, apakah kemudian pemerintah dalam hal ini Mabes Polri akan mengirim Densus 88 Antiteror ke Bumi Cendrawasih? Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib menduga, pola penanganan konflik di Papua akan berubah dalam beberapa waktu ke depan.

Menurutnya, dengan label teroris maka ujung tombak penanganannya ada di Densus 88 Polri. Unsur TNI bisa turut serta hanya sebagai perbantuan.

Oleh karena itu, ia mengusulkan regulasi penanganan teror oleh TNI dapat segera disahkan oleh Presiden. Dengan demikian, ia optimis penanganan terorisme dapat lebih maksimal dilakukan.

"TNI masuk dalam konteks perbantuan dengan cara surat permintaan Kapolri ke Panglima TNI karena Perpres TNI tangani terorisme belum ditandatangani, padahal mestinya ditandatangani Presiden kalau mau cepat," ujarnya.

Asisten Kapolri bidang Operasi (Asops) Irjen Imam Sugianto menyatakan, pihaknya sedang mengkaji pelibatan Tim Densus 88 Antiteror Polri untuk memberantas KKB di Papua. Pengkajian itu dilakukan setelah pemerintah resmi melabeli KKB Papua sebagai daftar terduga teroris dan organisasi teroris (DTTOT).

"Jangan berspekulasi, nanti arahan Pak Kapolri bagaimana, terutama pelibatan Densus. Kalau sudah diputuskan Densus nanti harus kami ikutkan membantu, paling tidak memetakan, segala macam itu," ujar Imam ketika dikonfirmasi, Kamis (29/4).

Oleh karena itu, Imam meminta agar semua pihak menunggu hasil pembahasan dan pengkajian tersebut. Kemudian hasil daripada pengkajian tersebut akan diputuskan oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Menurut dia, Densus 88 Antiteror juga pernah membantu operasi yang dijalankan Satgas Madago Raya di Sulawesi Tengah (Sulteng) yang memburu Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora.

"Seperti Madago Raya di Sulawesi Tengah lah. Jadi satgas operasi kita bentuk. Tapi, Tim Densus 88  juga menyelenggarakan operasi yang link-up dengan satgas kami itu," terang Imam.

Adapun, tim kajian Papua LIPI Cahyo Pamungkas mengkritisi pelabelan terhadap KKB dan organisasi yang berafiliasi di Papua sebagai DTTOT. Ia menduga dampak pelabelan ini akan menambah korban berjatuhan di Bumi Cendrawasih.

Cahyo meminta pemerintah mempertimbangkan lagi keputusan penetapan label teroris itu. Menurutnya, warga di Papua akan menerima dampak dari keputusan pemerintah tersebut.

"Pemerintah harus pikirkan konsekuensinya, dampak negatifnya. Bagaimana kalau pelabelan ini berpotensi menambah kekerasan dan jatuhnya korban sipil," kata Cahyo kepada Republika, Kamis (29/4).

Cahyo menilai, cap teroris akan memperluas cakupan operasi penegakkan hukum di Papua. Aparat penegak hukum, lanjut Cahyo kini bisa menyasar kelompok bersenjata maupun kelompok warga sipil yang tidak bersenjata dengan asumsi keterlibatan terorisme.

"Korban sipil akan banyak berjatuhan baik warga asli Papua atau non-Papua, ini yang harus diperhatikan," ujar Cahyo.

photo
Skenario Pemekaran Papua - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement