REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Rumah Sakit Lapangan Kota Bogor resmi dinon-aktifkan hari ini, Senin (19/4). Selama tiga bulan beroperasi sejak 18 Januari 2021, keberadaan rumah sakit darurat dinilai efektif mengurangi penularan Covid-19.
Wali Kota Bogor, Bima Arya, memaparkan, RS Lapangan Kota Bogor telah merawat 346 orang pasien dengan gejala ringan selama tiga bulan beroperasi. Sebanyak 298 di antaranya dinyatakan sehat.
“Ada 346 orang yang dirawat di sini, 298 dinyatakan sehat, sisanya dirujuk tapi dinyatakan sehat. Juga tidak ada yang meninggal di sini. Jadi sangat efektif mengurangi penularan,” kata Bima Arya kepada wartawan di RS Lapangan Kota Bogor, Senin (19/4).
RS Lapangan ini didirikan karena ada kebutuhan tempat tidur yang tinggi pada Januari 2021. Saat itu kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Kota Bogor tengah melonjak dan Kota Bogor kekurangan tempat tidur untuk isolasi pasien Covid-19.
Saat ini, kata Bima Arya, bed occupancy rate (BOR) di Kota Bogor berada di angka 32,9 persen atau di bawah standar WHO. Sehingga, kebutuhan tempat tidur untuk isolasi pasien Covid-19 bisa tercukupi di fasilitas kesehatan dan rumah sakit rujukan yang ada. RS Lapangan Kota Bogor pun dirasa tidak dibutuhkan lagi untuk dibuka.
Meski demikian, lanjutnya, izin operasi RS Lapangan Kota Bogor bisa diaktifkan lagi tergantung kebutuhannya. Namun, Bima Arya berharap tidak ada lonjakan kasus lagi ke depannya.
“Kalau tidak ada kebutuhan maka tidak akan dilanjutkan, tetapi kita harus mengantisipasi jangan sampai ada gelombang keuda atau lonjakan lagi. Kalau ada lonjakan RS Lapangan akan kembali dibutuhkan,” jelasnya.
Saat ini, Pemkot Bogor masih terus berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait keberadaan RS Lapangan. Bima Arya mengatakan, BNPB akan melakukan evaluasi dan pengayaan secara administratif.
“Saat ini juga kita terus berkoordinasi dengan BNPB, nah BNPB yang akan melakukan evaluasi dan assesment secara administratif, di-review oleh inspektorat, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), disampaikan nanti ke BNPB, nah BNPB akan sama-sama mengkaji,” jelasnya.
Di lokasi yang sama, Kepala RS lapangan Kota Bogor, Yeti Hariyati, mengatakan, sejak awal April, jumlah pasien yang dirawat di RS Lapangan terus menurun. Dari 56 tempat tidur di ruang isolasi, jumlah tempat tidur yang terisi yakni sekitar 15 tempat tidur.
Bahkan, sambung Yeti, pekan terakhir masa operasional RS Lapangan Kota Bogor, jumlah pasien yang dirawat hanya delapan orang. “Karena kondisi yang seperti itu dengan BOR 15 persen, maka untuk kelanjutannya kan memang 18 Januari hingga 18 April evaluasi. Kelanjutannya memang ini belum untuk diperlukan,” tuturnya.
Yeti menambahkan, jumlah pasien paling banyak dirawat di RS Lapangan Kota Bogor pada Februari sebanyak 55. Jumlah tersebut hampir mencapai 100 persen dari total tempat tidur yang tersedia di RS Lapangan saat itu.
“Kita juga sempat merawat pasien anak pada awal April. Kita awalnya kriteria pasien itu hijau dewasa, belum merawat anak. Kemudian sejalan dengan perkembangan, banyak yang ingin dirawat satu paket, ibu dan anak. Akhirnya bulan April kita coba untuk merawat anak,” pungkasnya.