REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengalokasikan anggaran sebesar Rp 400 miliar untuk mengembangkan penelitian vaksin Merah Putih. Vaksin buatan dalam negeri, ke depan, akan sangat diperlukan untuk memastikan kemandirian bidang kesehatan, khususnya dalam menanggulangi pandemi Covid-19.
"Agak terlambat buat saya, tetapi Kemenkes sudah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 400 miliar untuk mendukung bersama-sama dengan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/ BRIN) memulai penelitian vaksin," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi virtual, Selasa (13/4).
Meski sedikit terlambat, lanjut Budi, Indonesia sangat membutuhkan vaksin-vaksin produksi sendiri. Dia mencontohkan kasus impor vaksin Covid-19 Astrazeneca dari India yang kini terhambat karena negara tersebut memutuskan menyetop ekspor vaksin dan fokus pada penanganan negaranya.
Budi menilai, ini wajar dilakukan negara yang ingin melindungi rakyatnya. Oleh karena itu, ia mengatakan, menjadi tugas bersama untuk mempersiapkan infrastruktur pabrik, infrastruktur obat, infrastruktur peneliti-peneliti, dan infrastruktur mekanisme untuk peneliti-peneliti bila virus-virus lain, seperti SARS- CoV-3 terjadi di Indonesia pada masa mendatang.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merupakan salah satu dari enam pihak yang mengembangkan vaksin Merah Putih. Kepala LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan, meskipun saat ini sebagian warga Indonesia sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dari vaksin impor, kemandirian pengembangan vaksin dalam negeri masih sangat penting.
Dia menjelaskan, pengembangan vaksin Merah Putih di LIPI memakai protein rekombinan. Ia berharap, vaksinasi berikutnya dapat dilakukan berbasis produk yang dikembangkan oleh Indonesia sendiri. "Meskipun sudah ada vaksin dari Sinovac, kita belum tahu jika imunitas yang ditimbulkan oleh vaksin ini dapat bertahan berapa lama. Maka dari itu, kita terus mengembangkan (vaksin Merah Putih)," kata dia.
Akhir tahun
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan, dari enam lembaga yang mengembangkan vaksin Merah Putih, dua di antaranya menunjukkan perkembangan tercepat, yaitu Universitas Airlangga (Unair) dan Lembaga Biologi Molukuler (LBM) Eijkman.Keduanya diharapkan bisa diproduksi massal pada akhir tahun ini.
Enam lembaga yang sedang bekerja untuk memproduksi vaksin Covid-19, di antaranya, LBM Eijkman, Unair, LIPI, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). PT Bio Farma sudah siap menjadi pihak manufacturing- nya, ujar Bambang. Dia melanjutkan, instansi lainnya yang berproses cukup cepat yaitu dari Unair yang menggunakan inactivatedvirus.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berharap pada akhir 2021 ada vaksin Merah Putih yang bisa masuk tahap produksi massal. Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menuturkan, vaksin Merah Putih yang dikembangkan Unair saat ini sudah masuk tahap praklinis atau uji pada hewan.
"Dari Universitas Airlangga dengan platform inactivatedvirus itu sudah memulai uji praklinis, uji pada hewannya sudah mulai per tanggal 9 kemarin (9 April 2021). Alhamdulillah sudah mulai praklinis," ujar Penny. Diharapkan, uji praklinis sam pai uji klinis vaksin yang dikembangkan Unair itu akan selesai sekitar Oktober 2021 sehingga bisa diproduksi pada akhir 2021.
Rektor Unair Surabaya Prof Mohammad Nasih optimistis vaksin Merah Putih yang tengah dikembangkan dapat diproduksi massal pada akhir 2021. Apalagi, kata dia, telah ada instruksi dari Kepala BPOM yang meminta dua bulan setelah pelaksanaan uji klinis, vaksin bisa dikeluarkan. "Kita berharap itu benar ditepati sehingga pada Oktober atau November bisa dimanfaatkan," kata Nasih. (rr laeny sulistyawati/inas widyanuratikah/dadang kurnia, ed: mas alamil huda)