Jumat 09 Apr 2021 06:04 WIB

Jangan Pukul Rata Pemudik

Istilah

Suasana lalu lintas sepi, saat mudik tahun lalu juga dilarang.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Suasana lalu lintas sepi, saat mudik tahun lalu juga dilarang.

Oleh : Muhammad Fakhruddin*

REPUBLIKA.CO.ID, Menko PMK Muhadjir Effendy telah mengeluarkan surat kepada para Menteri dan Kepala Lembaga pada 31 Maret 2021 yang berisi keputusan untuk meniadakan kegiatan mudik Lebaran 2021. Larangan tersebut berlaku untuk aparatur sipil negara, TNI-Polri, karyawan BUMN, karyawan swasta, pekerja mandiri, dan seluruh masyarakat.

Larangan tersebut memang sudah final, bahkan Kementerian Perhubungan segera menerbitkan Peraturan Menhub (Permenhub) Pengendalian Transportasi pada masa Idul Fitri Tahun 2021. Larangan mudik memang bisa dimaklumi dalam rangka mencegah terjadinya lonjakan kasus Covid-19.

Kendati dilarang, larangan ini disikapi beragam oleh masyarakat. Apalagi berdasarkan pengalaman tahun lalu ternyata banyak masyarakat yang berhasil mudik ke kampung halaman. Istilah "pulang kampung boleh, mudik dilarang" telah menjadi semacam mantra pamungkas untuk mengelak jika harus terpaksa mudik. Artinya niatan untuk tetap mudik tahun ini tetap ada.

Potensi adanya pemudik yang nekat mudik tahun ini tentunya harus diantisipasi. Namun, antisipasi tersebut diharapkan tidak membabi buta. Tapi harus berdasarkan pola-pola strategi dan belajar dari pengalaman tahun lalu. Terlebih saat ini telah banyak teknologi dan instrumen untuk memastikan seseorang bebas Covid-19. Aplikasi untuk melakukan tracing pemudik juga banyak dan sudah mulai diberlakukan di beberapa daerah.

Seperti ketika libur akhir pekan lalu saya berkesempatan ke Menado. Di terminal kedatangan saya harus mendaftar pada salah satu aplikasi tracing pendatang yang masuk Manado. Sebelum terbang ke Menado saya juga harus swab antigen, kemudian kembali dari Manado ke Jakarta juga harus swab antigen. Menurut saya upaya tersebut lebih rasional ketimbang sekedar "pokoknya dilarang".

Karena kalau memaksakan aturan "pokoknya dilarang" seperti larangan mudik ini, yang terjadi adalah pukul rata pemudik. Pemudik yang mungkin sudah memenuhi semua prosedur, misalnya bisa menunjukkan bukti telah divaksinasi dan sudah swab sebelum keberangkatan dan dinyatakan negatif Covid-19, akhir juga ikut terkena aturan larangan mudik.

Hal ini justru membuat seakan-akan penanganan Covid-19 jalan di tempat, karena tidak ada inovasi untuk mencegah penyebaran Covid-19 kecuali dengan membuat aturan melarang ini dan itu. Sehingga, ketika akhirnya pemudik sulit dibendung seperti tahunnya lalu, yang terjadi pada akhirnya justru pembiaran tanpa adanya prosedur yang jelas. Seperti yang terjadi pada tahun lalu, nyatanya banyak yang berhasil mudik. 

Oleh karena itu, aturan larangan mudik ini sebaiknya tidak memukul rata pemudik, tapi memberikan prosedur dan prasyarat yang mungkin lebih diperketat. Selain itu ada parameter yang jelas siapa saja yang dibolehkan mudik dan dilarang mudik.  Hal ini justru akan lebih dipatuhi oleh pemudik ketimbang kucing-kucingan dengan petugas pada musim mudik mendatang. Semoga dengan waktu tersisa ini pemerintah masih bisa menggodok aturan turunan larangan mudik yang lebih jelas dan dapat mengakomodir pemudik yang memang memenuhi syarat untuk mudik.    

*) Penulis adalah Jurnalis Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement