Hingga saat ini tidak kurang dari 5.000 kepala keluarga keturunan muslim bermukim di Lamhala. Jumlah tersebut belum termasuk di ratusan desa lainnya di Flores Timur.
"Kami menganut patrilineal yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah. Kalau anak perempuannya banyak, maka lama-lama marganya jadi punah," kata Boby.
Rumah Adat Lawaha saat ini difungsikan sebagai tempat musyawarah dan rumah bersama masyarakat yang dikelola oleh Bela Atapukan.
Toleransi
Sikap untuk menghormati adanya perbedaan pendapat, agama, ras, dan budaya pada setiap orang atau kelompok, nyatanya juga menjadi pesan khusus yang disampaikan leluhur kepada penduduk Lamhala.
Umat Islam turut terlibat dalam acara keagamaan Nasrani, begitu pula sebaliknya.
"Misalnya saat Lebaran, umat Nasrani dari desa lain selalu hadir di Lamhala untuk membentuk formasi mengawal kami yang Shalat Id sampai selesai. Saat Natal pun begitu, kami datang untuk memberikan pengamanan," katanya.
Dalam acara Natal, kata Boby, muslim Lamhala menjaga keamanan Gereja Kristus Raja (Katolik) di Desa Waiwerang Kota. Selain itu, saat ada pekerjaan pembangunan atau pemugaran gereja, umat muslim pun terlibat.
Pimpinan Klinik Pratama Pulitoben Witihama, Suster Eduarda, sepakat bahwa Flores Timur bisa dijadikan contoh penerapan toleransi antarpemeluk agama di Indonesia. Contoh lainnya adalah pengerahan bantuan pakaian dan kebutuhan rumah tangga dari warga di Kecamatan Ile Boleng pemeluk Katolik kepada korban banjir bandang Desa Waiburak.
"Saudara kita umat Muslim dalam kegiatan ini merupakan wujud kekerabatan sebagai umat beragama meski dengan perbedaan keyakinan," demikian Eduarda.