Senin 05 Apr 2021 18:01 WIB

Tokoh Perubahan Republika: Junaedi Akim, Sang Penggali Kubur

Junaedi menggali makam 15 jam sehari dan menguburkan 40-50 mayat di puncak pandemi

Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta.
Foto:

photo
Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta. - (Republika/Putra M. Akbar)

Apa karena Anda sudah lama menggali juga?

Hahaha .... Kemungkinan di awal belum siap. Baik kami di sini dan Palang Hitam. Makanya wajar kalau ada keterlambatan bawa jenazah ke permakaman, sampainya malam.

Ada insentif mengurus jenazah Covid-19?

Ada, cuma tidak enak saya menyebutkan, tapi ada lah, cukup membantu.

photo
Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta. - (Republika/Putra M. Akbar)

Bisa digambarkan lekas penuhnya permakaman di Pondok Ranggon pada masa pandemi ini?

Untuk pemakaian lahan normal saja, bukan protap Covid. Itu satu blad dengan 220 (makam) menghabiskan lahan paling lambat dua bulan. Untuk pemakaman Covid-19 lebih cepat. Satu blad itu habis satu bulan. Kalau dirata-rata 40 (makam) saja dalam sehari, satu bulan itu sudah berapa angkanya?

Sejak awal pandemi, ada penambahan lahan di (blad) 91, 92, 93. Berarti sudah ada delapan kali buka petak makam. Itu semua sudah habis sampai sekarang sampai pinggir area Pondok Ranggon.

Sekarang sudah tidak ada permakaman baru protap Covid-19 karena korban sudah tidak dirujuk ke sini. Masih bisa protap Covid-19, tapi ditumpang dengan keluarga yang sudah ada. Kalau tumpang, ada lima jenazah per hari.

Apa yang Pak Junaedi rasakan ketika melihat jenazah Covid-19 terus berdatangan?

Merasa sedih ketika banyak korban jiwa melayang karena Covid-19. Merasa sedih juga melihat jenazah yang dibawa Palang Hitam tanpa ada yang mengantar ke permakaman. Orang-orang yang dikasihi, dicintai, tidak bisa hadir saat terakhir beliau meninggal. Itu pun mereka (pihak keluarga) dengan sangat terpaksa tentunya karena mereka juga harus jalani karantina.

Ada keluarga jenazah yang tak terima dengan prosedur pemakaman ini?

Saya menyikapinya wajar sebagai bentuk tidak terima dari keluarga melihat kenyataan bahwa keluarga yang disayangi, dikasihi, meninggal kemudian masuk protap Covid, tidak seperti pemakaman umumnya. Kalau Muslim (semestinya) pakai kain kafan terus keluarga bisa memandikan, keluarga bisa menurunkan ke peristirahatan terakhir. Ketika terpapar masuk protap Covid itu, mereka tidak bisa melakukan hal itu.

photo
Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta. - (Republika/Putra M. Akbar)

Apa saja tindakan keluarga ke penggali?

Emosi yang tidak terkontrol akhirnya membabi buta. Namun, menyikapi hal seperti itu, kami tidak meladeni emosi dia. Karena, kami di sini hanya melayani proses pemakaman, terlepas apa pun ceritanya kami tidak tahu hal itu, yang kami tahu ada jenazah yang datang kami makamkan.

Ada yang menolak dimakamkan dengan protap Covid. Ada juga yang marah karena tidak diizinkan mendekat. Namun, dalam hal ini memiliki toleransi. Terlepas benar atau tidak kami kasih toleransi, misalnya setelah jenazah diturunkan, salah satu perwakilan keluarga dipersilakan jika mau mengazankan. Itulah salah satu bentuk toleransi kami. Apakah itu berbenturan dengan prosedur? Tapi, itulah bentuk toleransi kami.

Dengan segala beban kerja, kemudian amarah keluarga dan risiko penularan, apa yang membuat Pak Junaedi bertahan?

Ini berangkat dari banyak kejadian penolakan di luar sana untuk pemakaman jenazah Covid-19. Berangkat dari hal itu secara pribadi, pada prinsipnya, nawaitu-nya ibadah. Nggak hanya bekerja untuk hidup, tapi juga ada nilai kebanggan tersendiri. 

Setelah menjalankan pekerjaan ini, permintaan pimpinan meminta saya terlibat menangani pemakaman Covid-19, ada kebanggaan akhirnya saya ditunjuk menangani pemakaman protap Covid. Mudah-mudahan, apa yang saya kerjakan itu bermanfaat. Itu yang membuat saya bertahan.

Pak Juanedi dan kawan-kawan menyadari peran sebagai tulang punggung penanganan pandemi?

Tidak. Di sini kami bekerja melayani. Terlepas ada penilaian seperti itu, saya tidak terpikir.

Bagaimana tanggapan bahwa pekerjaan Pak Junaedi diganjar Tokoh Perubahan Republika?

Hahaha .... Saya tidak terpikirkan dan tidak terbayangkan juga ada anugerah seperti itu. Selain rasa syukur, rasa terima kasih pada penilaian bentuk apresiasi buat kami, tapi sejujurnya kami tidak berharap lebih dalam hal ini. Kami hanya bekerja dan melayani.

photo
Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta. - (Republika/Putra M. Akbar)

Apa pesan Pak Junaedi buat warga Indonesia?

Pesan untuk masyarakat tentu seperti yang disampaikan pemerintah agar lebih hati-hati, lebih waspada, baik keluarga atau secara pribadi. Tentunya menjalankan yang disampaikan pemerintah yang 3M itu (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak).

Ketika kita melalaikan itu, kalau nanti berimbas ke keluarga yang disayangi, kan sangat disayangkan. Jangan sampai ketidaktaatan soal apa yang disampaikan Departemen Kesehatan merenggut orang terkasih.

ed: fitriyan zamzami

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement