Senin 05 Apr 2021 18:01 WIB

Tokoh Perubahan Republika: Junaedi Akim, Sang Penggali Kubur

Junaedi menggali makam 15 jam sehari dan menguburkan 40-50 mayat di puncak pandemi

Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta.
Foto:

Bagaimana tanggapan tetangga?

Saya tidak menyalahkan mereka karena ketakutan-ketakutan itu wajar saja. Cuma sedikit miris aja. Saja jadikan hikmah saja dalam konteks untuk lebih berhati-hati. Seiring berjalannya waktu. 

Alhamdulillah, mereka berusaha memahami apa yang saya kerjakan. Sama seperti keluarga. Kemudian juga menyampaikan pesan agar berhati- hati dalam bekerja agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.

Bagaimana kemudian beban kerja saat pandemi?

Pada awal menangani jenazah protap Covid itu saya bekerja lebih awal. Jam 07.00 sudah langsung bekerja. Karena apa? Karena jam 08.00 sudah ada yang datang untuk dimakamkan. Satu hari itu ada 40 sampai 47 yang dimakamkan. Itu bulan-bulan pertama rata-rata 40 jenazah sehari.

Paling malam selesai jam 22.00. Ketika sudah tidak ada lagi yang akan dimakamkan di sini (baru istirahat). Dalam hal ini tergantung palang hitam (petugas antar-jemput jenazah di bawah Pemprov DKI). Kalau memang sudah tidak ada, baru bisa pulang.

Dengan jadwal seperti itu, bagaimana istirahatnya?

Istirahatnya ya pintar-pintar aja ngatur waktu ngatur tenaga. Karena nyaris tidak ada istirahat. Karena di samping harus menyiapkan, menurunkan, memakamkan, kembali menyiapkan, kembali menurunkan dan memakamkan. Jadi, seperti itu prosesnya. Seminggu tujuh hari penuh. Lalu enam hari melakukan pembabatan (rumput). Jadi, ketika mengurus jenazah Covid-19 itu, saya cuma libur dua hari selama sebulan.

photo
Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta. - (Republika/Putra M. Akbar)

Bagaimana dengan ketersediaan APD saat itu?

Karena serbamendadak, di awal itu kami gunakan jas hujan plastik yang lumayan gerah, lebih gerah dari hazmat. Alhamdulillah, selanjutnya APD dan vitamin diberikan cukup kepada kami. Alhamdulillah, dinikmati saja. Cukup membantu juga suplemen yang diberikan.

Sukar tidak menggali kubur sembari memakai APD lengkap? 

Memakai APD itu kan sebagian. Untuk menghemat hazmatnya juga disiapkan enam orang dalam satu hari. Bagian menurunkan jenazah dari ambulans ke liang lahat, merekalah yang difasilitasi hazmat. Yang lainnya tidak pakai hazmat. Kalau dipaksa pakai APD seperti itu, malah kerepotan

Mengapa?

Karena, bisa jadi oksigen kita yang kerja itu malah terkuras karena gerah. Secara teori memang berbahaya, tapi saat pelaksanaan kami tersiksa memakai hazmat. Jangankan pakai hazmat, pakai baju biasa //aja// keringat ngucur. Apalagi pakai itu, bisa-bisa pingsan.

Jadi, bukannya sok berani. Kadang kala ada pandangan dari masyarakat, “Kok mereka yang gali tidak pakai hazmat? Berani-berani //amat//”. Padahal, bukan seperti itu. Kalau kami dipaksa pakai hazmat, itu kami yang pingsan. Saya pernah nyoba dipaksakan, tapi tidak kuat.

Ada teman-teman sepekerjaan kena Covid-19 atau Pak Junaedi pernah bergejala?

Alhamdulillah, sampai sekarang mungkin berkat doa keluarga kami tidak ada yang kena.

photo
Petugas gali kubur TPU Pondok Rangon Junaedi berfoto untuk Tokoh Perubahan Republika di Jakarta. - (Republika/Putra M. Akbar)

Kapan puncak beban kerja tersebut?

Paling banyak bulan September. Jumlahnya mencapai 47, tapi kalau jam kerja malah menurun bisa sampai jam 19.00. Kemungkinan (sudah ada) kesiapan di sana. Di dinas, dalam hal ini Palang Hitam, kemungkinan pengirimannya dari awal dari pagi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement