Senin 29 Mar 2021 01:45 WIB

Jadi Ketum Demokrat KLB, Moeldoko Singgung Soal Khilaf

Moeldoko menyatakan, langkahnya ini didasari oleh otoritas pribadi.

Rep: Nawir Arsyad/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Kepala KSP Moeldoko menyampaikan pernyataan terkait penunjukkan dirinya sebagai ketua umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang.
Foto: Tangkapan Layar
Kepala KSP Moeldoko menyampaikan pernyataan terkait penunjukkan dirinya sebagai ketua umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengeklaim penunjukkan dirinya sebagai ketua umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang sepenuhnya merupakan otoritas pribadinya. Bahkan, mantan Panglima TNI ini tak memberitahukan hal tersebut kepada istri dan keluarganya. 

"Saya yakini benar dan itu atas otoritas pribadi yang saya miliki, maka saya tidak mau membebani presiden. Saya juga khilaf sebagai manusia biasa tidak memberi tahu kepada istri dan keluarga saya atas keputusan yang saya ambil," ujar Moeldoko dalam keterangan video, Ahad (28/3). 

Keputusannya untuk menjadi ketua umum Partai Demokrat versi KLB ditegaskannya merupakan otoritas pribadinya. Ia meminta semua pihak tak mengaitkan keputusannya dengan Presiden Joko Widodo. 

"Saya terbiasa mengambil risiko seperti ini, apalagi demi kepentingan bangsa dan negara. Untuk itu, jangan bawa-bawa presiden dalam persoalan ini," ujar Moeldoko. 

Moeldoko menjelaskan, alasan ia menerima pinangan untuk menjadi ketua umum Partai Demokrat dikarenakan adanya kekisruhan yang berujung pada bergesernya arah demokrasi di dalam partai berlambang bintang mercy itu. 

Baca juga : Demokrat AHY: Moeldoko Pasang Kuda-Kuda Mau Cuci Tangan

"Saya ini orang didaulat untuk memimpin Demokrat dan kekisruhan sudah terjadi, arah demokrasi sudah bergeser di dalam tubuh Demokrat," ujar Moeldoko. 

Ia melihat, terdapat situasi khusus dalam perpolitikan nasional, yaitu telah terjadi pertarungan ideologis yang kuat menjelang 2024. Pertarungan tersebut disebutnya terstruktur dan menjadi ancaman bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045. 

"Ada kecenderungan tarikan ideologis itu terlihat di tubuh Demokrat. Jadi, ini bukan hanya sekedar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa dan negara," ujar Moeldoko. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement