Kamis 25 Mar 2021 20:47 WIB

Wakil Ketua Komisi VI: Impor Beras Penting Saat Ini

Demer mengingatkan soal potensi kelangkaan beras di Indonesia ke depan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir (kanan) menyapa Wakil Ketua Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih (kiri) saat akan mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/11/2020). Rapat tersebut membahas permasalahan Asuransi Jiwasraya, road map BUMN serta restrukturisasi BUMN.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir (kanan) menyapa Wakil Ketua Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih (kiri) saat akan mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/11/2020). Rapat tersebut membahas permasalahan Asuransi Jiwasraya, road map BUMN serta restrukturisasi BUMN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih menilai impor beras yang direncanakan pemerintah penting dilakukan saat ini. Menurutnya, harus diakui selama ini, Indonesia selalu mengimpor beras karena belum bisa swasembada.

"Selama ini kita harus akui, bahwa negara kita selalu impor beras. Ini terjadi karena kebutuhan dari masyarakat itu lebih dari apa yang dihasilkan oleh petani. Kita belum bisa swasembada," kata anggota DPR yang akrab disapa Demer itu dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/3).

Menurutnya rencana impor beras tidak bisa dilihat secara sepotong saja. Rencana impor harus dilihat sebagai sebuah perencanaan dan antisipasi menghadapi ketidakpastian di Indonesia. Demer mengatakan, Bulog seharusnya mengerti tentang tupoksinya.

"Tupoksi Bulog itu menyeimbangkan antara kebutuhan masyarakat dengan petani. Masyarakat tidak boleh terlalu rugi karena membeli beras terlalu mahal atau malah tidak ada sementara beras petani harus dibeli dengan harga wajar," ujar Demer.

Selain itu, Demer juga mempertanyakan kinerja Bulog. Ia menilai Bulog telah menyalahi tupoksinya sendiri jika tidak bisa mengantisipasi adanya permasalahan tentang beras.

"Untuk apa mereka (Bulog) itu ada? Mereka sebenarnya diuntungkan karena sudah ada rencana dari Menteri Perdagangan untuk mengantisipasi itu. Pengalaman kita selama  ini memberikan banyak pelajaran tentang itu," tambah Demer.

Dirinya juga menilai aneh jika Bulog atau beberapa pihak yang menyebut adanya permasalahan rente dalam rencana impor beras  ini. "Apa yang rente? Siapa yang akan ambil untung? Nanti yang akan impor beras ini juga Bulog, bukan lembaga lain, jadi siapa yang mau ambil untung sebenarnya," ujar Demer.  

Terlebih lagi, ia menyebut bahwa BMKG memprediksi ke depan akan terdapat potensi bencana yang dialami Indonesia. Selain itu pandemi Covid-19 juga membuat produktivitas serta distribusi bahan pangan bisa menjadi kendala. Demer menilai perencanaan tersebut dinilai makin penting.

Selain itu, Demer juga menyayangkan sikap beberapa pihak yang langsung menyalahkan dan mempermasalahkan rencana impor beras tersebut. Ia juga mempertanyakan jika nanti sampai ada kelangkaan beras. Menurutnya siapa yang akan disalahkan jika kelangkaan itu terjadi.

"Kalau sampai masyarakat ribut karena beras langka, apakah itu tidak lebih merepotkan negeri ini? Kecuali memang Bulog ingin adanya chaos di negeri ini karena kelangkaan beras, maka gak usah ada rencana itu," ucap politikus Partai Golkar itu.

Demer juga menyayangkan adanya beras Bulog yang sampai rusak beberapa ratus ton. Menurutnya hal ini membuktikan Bulog tidak memiliki kemampuan dan manajemen yang baik dalam penyimpangan beras. Saat ini diperkirakan terdapat 300-400 ribu ton beras di gudang Bulog berpotensi turun mutu. Jumlah itu hampir setara dengan persediaan yang dimiliki Bulog.

“Jangan ketika barang rusak, kemudian panik lalu menyalahkan orang lain. Kita sudah sering membahas masalah ini di DPR. Jangan tiba-tiba sekarang malah dibicarakan ke publik hal-hal seperti ini. Kita semua bekerja untuk rakyat. Kita juga tidak mau negeri ini hancur akibat pangan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement