REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Flori Sidebang, Antara
Kebakaran yang menghanguskan empat rumah petak di Jalan Pisangan Baru III, RT 03, RW 06 Matraman, Jakarta Timur, Kamis (25/3) dini hari, membawa cerita pilu. Kebakaran tersebut mengakibatkan 10 orang meninggal, termasuk Fani yang meninggal akibat terbakar demi menyelamatkan ibunya.
Fahmi (34 tahun), seorang saksi mata, menuturkan saat kebakaran berlangsung pukul 04.10 WIB, dia melihat Fani berhasil keluar dari kobaran api. Fani lantas menghampiri warga yang berkumpul depan gang masuk rumah petak itu.
"Dia berhasil keluar sampai ke sini. Dia panik sembari teriak 'tolong-tolong'," kata Fahmi kepada wartawan di gang masuk rumah petak itu, Kamis siang.
Namun, kata Fahmi, warga tak ada yang berani menolong karena kobaran api sudah terlalu besar. Tak lama berselang, Fani justru kembali masuk ke kobaran api.
"Dia masuk lagi ke dalam. Mungkin dia panik pengen nyelamatin ibunya," ujar Fahmi.
Setelah itu, Fani tak kunjung kembali. "Dia nggak pernah keluar lagi. Dia meninggal terbakar di dalam," kata Fahmi.
Nama Fani memang masuk dalam daftar korban tewas yang dilaporkan Suku Dinas Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Timur. Sepuluh korban tewas itu adalah Sri Mulyani (50 tahun), Deby (28), Ria (17), Dani (30), Nizan (1,5), Beni (42), Nova (40), Baeva (15), Fani (20), dan Ni Imam.
Kondisi pascakebakaran reda tak kalah mengenaskan. Fahmi usai kebakaran menemukan penghuni rumah petak, Deby, meninggal dalam kondisi berpelukan dengan suami dan anaknya. Saksi mata lain, Feri, membenarkan pernyataan Fahmi.
"Yang pelukan itu yang kamar rumah petak paling ujung. Dia pelukan suami istri dan anaknya. Mereka pelukan bertiga, saat ditemukan sudah hangus terbakar," kata Feri.
Menurut Fahmi, Deby berpelukan dengan orang terdekatnya karena sudah tak bisa lagi menyelamatkan diri. Api sudah terlalu besar dan menutup aksesnya keluar.
Sebab, rumah Deby posisinya di paling sudut. Kabur ke arah kiri ia akan berhadapan dengan jalan buntu. Sementara, ke arah kanan ia berhadapan dengan api yang membesar.
"Nah, rumah yang nomor 4 itu (tempat Deby) sudah nggak ada akses. Atapnya juga udah pada roboh. Tiga motor di gang kecil itu juga sudah kebakar dan meledak-ledak," ujar Fahmi.
Sementara itu, korban Fanny berhasil selamat karena menerobos kobaran api. Ia awalnya tak mengira bahwa rumah kontrakannya dilalap api. Ia memang sempat terbangun ketika mendengar teriakan minta tolong sekitar pukul 04.15 WIB. Fanny menduga itu hanya teriakan dari pertengkaran sepasang suami istri di rumah sebelahnya.
"Dia nggak minta tolong kalau ada kebakaran. Saya juga dengar ada suara orang lari-larian di dalam kamar," kata Fanny bercerita saat mengungsi di rumah ketua RW setempat.
Tak lama berselang, suami Fanny bernama Nanang membuka pintu kamar dan mendapati api sudah berkobar di ruang tamu. Nanang lantas berupaya memadamkan api dengan menyiramkan air. Tapi, api malah semakin membesar.
"Lalu suami saya langsung ngambil anak saya buat diselamatkan. Saya ditinggal tuh. Jarak api sama saya berkisar 30 cm lah atau tiga jengkal tangan," kata Fanny dengan air mata berlinang.
Setelah menyelamatkan sang anak, Nanang kembali lagi ke dalam rumah untuk menyelamatkan Fanny. Ketika itu api sudah sangat besar. Mereka berdua lantas menerobos kobaran api.
Saat hendak mengevakuasi Fanny, Nanang sempat terjatuh. "Saya bilang 'jangan pingsan di sini', lalu suami saya bangun dan saya didorong buat nyelamatin," ujar Fanny.
Fanny dan keluarganya berhasil selamat. Fanny hanya mendapat luka bakar di lengan kanan dan kirinya akibat tetesan api dari atap. Fanny menduga api berasal dari sepeda motor di rumah tetangganya.