Rabu 24 Mar 2021 17:38 WIB

Masalah Beras, Wacana Impor Hingga Beras Turun Mutu Bulog

Beras turun mutu di gudang Bulog berpotensi rugikan negara hingga Rp 1,25 T.

Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (23/3/2021). Stok beras impor 2018 dari Vietnam masih melimpah hingga mencapai 5.000 ton yang disebabkan belum seluruhnya tersalurkan sejak terhentinya program beras miskin (raskin) dan beralih ke program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Foto:

Terkait pernyataan Ombudsman mengenai turun mutu beras, Perum Bulog menyatakan akan berupaya agar beras tersebut dapat kembali diolah menjadi beras berkualitas yang layak dikonsumsi. Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal, mengatakan, beras turun mutu yakni beras yang sudah berdebu, kusam, dan menimbulkan bau tidak sedap.

"Itu sebetulnya angka potensi jumlah beras yang turun mutu, artinya bisa terjadi kalau tidak segera dilakukan penyaluran atau perawatan. Bulog ada mekanisme untuk proses perawatan," kata Awaluddin, Rabu (24/3).

Ia mengatakan, beras yang mengalami turun mutu bisa melalui tahap blowing hingga pencampuran dengan beras lain untuk bisa kembali dikonsumsi. Menurutnya, beras-beras turun mutu yang ada di Bulog saat ini masih sangat layak untuk diolah kembali menjadi beras bukan menjadi produk turunan.

"Menurut saya bisa, kita melakukan standardisasi untuk menjadi layak lagi," kata Awaluddin. Sebagaimana diketahui, pada 2019 lalu Bulog pernah melakukan disposal beras sebanyak 20 ribu ton akibat mengalami turun mutu. Beras tersebut alhasil dilelang untuk dijadikan ethanol.

Lebih lanjut Awaluddin mengatakan kebijakan dalam sektor perberasan yang ditugaskan kepada Bulog perlu dilakukan seimbang. Terutama antara kewajiban Bulog dalam menyerap gabah atau beras dengan penyaluran beras yang bisa dilakukan.

"Kita berharap memang ada penglihatan yang utuh antar kebijakan perberasan dari hulu dan hilir karena itu tidak bisa dipandang secara parsial," katanya.

Awaluddin mengatakan, konsumsi beras terjadi sepanjang tahun namun produksi tidak terjadi sepanjang tahun. Begitu juga dari sisi konsumsi, semua wilayah mengkonsumsi beras namun produksi tidak terjadi di semua wilayah Indonesia.

Oleh sebab itu, perlu ada langkah penyerapan gabah hasil produksi petani yang dikelola dan dapat didistribusikan antar daerah untuk pemerataan. Awaluddin mengatakan, hal itu memberikan jaminan pasar bagi petani.

Namun, di sisi hilir di mana beras itu akan disalurkan juga perlu adanya jaminan pasar. Seperti diketahui, Bulog yang dahulu menyalurkan beras bantuan pemerintah sebanyak 2,6 juta per tahun kini tak lagi mendapat penugasan. Alhasil, beras yang diserap Bulog hanya dapat berharap pada operasi pasar yang dilakukan maupun penjualan beras komersial yang murni bisnis.

"Ketika ada penyerapan di hulu, pasti harus ada penyerapan di hilir," kata dia.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, pun belum memiliki sikap tegas terkait rencana impor beras. Saat memberi kuliah umum kepada mahasiswa Polbangtan Medan, Senin (22/3), Mentan memberi "sinyal" keberatan soal impor beras.

"Yang aku minta serap dulu gabah kita. Kalau gabahnya bagus, jumlahnya bagus, ya logikanya tidak boleh imporlah," katanya.

Mentan kemudian menegaskan, bahwa secara umum stok bahan pokok untuk menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri 2021 di dalam negeri cukup aman. Kementan, katanya, terus berkoordinasi dengan semua pihak terkait termasuk pemerintah daerah soal ketersediaan pangan. Stok pangan harus dijaga agar kebutuhan masyarakat terpenuhi dan harga jual bisa stabil.

photo
Impor beras - (Tim infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement