Senin 22 Mar 2021 18:22 WIB

DKI Jakarta Ancang-Ancang Buka Kembali Sekolah

Uji coba sekolah tatap muka di Jakarta menggunakan mekanisme campuran online-offline.

Karyawan mengisi ulang sabun cair di wastafel Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4, Jakarta Pusat, Senin (22/3/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membuka sejumlah sekolah dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk dijadikan percontohan pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan pada bulan Juli 2021.
Foto:

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani menyampaikan dukungan terkait rencana pembukaan kembali sekolah tatap muka. Menurut dia, pemprov tidak perlu khawatir dengan rencana tersebut.

"Jika pemprov berencana buka sejumlah sekolah, saya dukung. Memang ini yang harus dilakukan. Pemprov tidak perlu khawatir yang berlebih," ujarnya.

Ia menilai, para siswa akan aman saat berada di sekolah. "Bahkan website DKI sendiri membuktikan itu, data per 9 September 2020 menunjukkan hanya 3.954 anak dengan gejala ringan, dari total 49.837 positif Covid-19 pada saat itu," ungkap Zita.

Dia menambahkan, jika merujuk pada data ancaman meninggal berdasarkan faktor usia akibat Covid-19, usia anak tergolong aman. Zita menjelaskan, usia 31-45 tahun 2,4 kali lipat lebih berisiko meninggal. Kemudian, usia 46-59 tahun 8,5 kali lipat lebih berisiko, dan usia 60 tahun 19,5 kali lipat lebih berisiko.

"Saya mengajak kepada pemprov, yuk, lebih fokus ke pendidikan. Tempat hiburan sudah berani dibuka, sekolah juga harus berani. Saya percaya aman setelah guru divaksin, tinggal mau atau tidaknya. Juga saya percaya Ibu Kota harus berani, bukan ugal-ugalan, tapi by data, by kajian, dan InsyaAllah, jika lihat data, saya yakin sekolah aman," ucap Zita.

Anggota Komisi X DPR RI, Illiza Sa'aduddin Djamal mengungkapkan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) memunculkan berbagai persoalan krusial. Salah satunya yaitu munculnya persoalan terhadap psikologis anak.

"Pembelajaran jarak jauh memang memiliki permasalahan krusial selain, regulasi, kurikulum, sarana prasarana, sumber daya manusia, dan anggaran yaitu permasalahan psikologis," kata Illiza kepada Republika, Senin (22/3).

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjabarkan hasil survei yang dilakukan KPAI yang menunjukkan adanya permasalahan psikologis. Di mana, selama pembelajaran jarak jauh tidak terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik sebanyak 79,9 persen, dan hanya 20,1 persen terjadi interaksi.

"Namun interaksi yang berlangsung hanya dalam bentuk chatting sebanyak 87,2 persen, zoom meeting sebanyak 20,2 persen, video call whatsApp sebanyak 7,6 persen," ujarnya.

Menurutnya pendampingan orang tua dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu hal penting, umumnya dilakukan oleh ibu yang mendampingi siswa terutama pada jenjang SD dan SMP. Orang Tua dituntut untuk melakukan komunikasi dengan guru hingga turut membantu menjelaskan pelajaran sampai dengan mengerjakan tugas-tugas siswa.

"Sedangkan peran serta orang tua dalam pembelajaran jarak jauh siswa jenjang menengah atas (SMA dan SMK) tergolong lebih rendah, umumnya hanya sebatas pengawasan dan tidak banyak terlibat dalam kegiatan belajar mengajarnya," ungkapnya.

photo
Sekolah Tatap Muka (ilustrasi) - (Republika/Mgrol100)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement