REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum Profesor Asep Warlan Yusuf, SH., MH. menyayangkan perlakuan tidak adil yang diduga dialami Habib Rizieq Shihab (HRS). Ia mengkhawatirkan dampak perlakuan ini bisa mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.
Prof Asep menyebut perlakuan hakim dan jaksa terhadap HRS dalam sidang sangat menentukan arah persepsi publik. Segala tindak tanduk dalam persidangan akan menimbulkan kehebohan karena kasus HRS menyita perhatian publik.
"Nah misal lihat dialog jaksa dengan habib, malah kesankan habib dizalimi. Cara komunikasinya jaksa buruk sekali. Kasus ini mesti diselesaikan secara baik dan terhormat," kata Prof Asep pada Republika.co.id, Senin (22/3).
Prof Asep mengingatkan majelis hakim dan jaksa agar mempertimbangkan masifnya pendukung HRS dalam penanganan kasus ini. Jika ketidakadilan urung tercipta, maka sosio-psikologis pendukung HRS bakal terusik. Tak menutup kemungkinan akibatnya mereka bisa saja melakukan tindakan di luar hukum.
"Proses hukum HRS harus sesuai prosedur biar dampaknya pendukung HRS reda emosinya, tak lagi mempertanyakan atau meragukan hukum," ujar pengajar di Univeristas Katolik Parahyangan itu.
Keadilan dalam kasus HRS bisa dimulai dari memenuhi tuntutan HRS menggelar sidang tatap muka. "Kalau hakimnya objektif, imparsial, mereka betul-betul tidak diskriminatif, mungkin tidak ada tekanan dari masyarakat atau pendukung HRS," lanjut Prof Asep.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Aziz Yanuar menyatakan, kliennya tetap berpegang teguh pada pendirian untuk terus menolak sidang secara daring (online). Ia menyampaikan HRS tak akan mau mengikuti sidang virtual.
Majelis Hakim menunda persidangan HRS dalam perkara kasus kerumunan untuk mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Keputusan itu diambil lantaran HRS diam saat ditanyakan apakah akan mengajukan eksepsi atau tidak oleh majelis hakim pada persidangan yang diselenggarakan virtual, Jumat (19/3).
Aziz menyatakan, pihak kuasa hukum dan HRS tak punya persiapan apa-apa untuk agenda sidang lanjutan pada 23 Maret jika tetap diadakan secara daring. HRS, lanjut Aziz, tetap tak akan menerima pelaksaan sidang daring.
"HRS dkk tetap akan tolak sidang online dan tidak mengakui sidang online," kata Aziz pada Republika.co.id, Senin (22/3).