Sabtu 20 Mar 2021 11:43 WIB

Beda Fatwa MUI dan NU Soal AstraZeneca

Tidak perlu membenturkan fatwa MUI dan NU soal vaksin AstraZeneca.

Seorang perawat bersiap untuk memberikan dosis vaksin AstraZeneca COVID-19 di pusat perawatan kesehatan di Seoul pada hari Jumat, 26 Februari 2021. Korea Selatan pada hari Jumat memberikan suntikan vaksin virus corona pertama yang tersedia kepada orang-orang di fasilitas perawatan jangka panjang.
Foto:

Oleh : Nashih Nashrullah*

Dari sini sebenarnya, menurut hemat saya, tak ada yang perlu dibentur-benturkan antara hasil kajian kedua lembaga itu. Masing-masing mempunyai argumentasi yang kuat dengan rujukan yang sama-sama kredibel. Dalam konteks ini, saya lebih melihatnya sebagai sebuah ikhtiar ijtihad kolektif. Meminjam istilah Syafi’i, masing-masing mempunyai potensi untuk benar, demikian juga sebaliknya, keduanya juga berpotensi salah. Itulah ijtihad.

Kita sebagai orang awam sebenarnya justru dimudahkan dengan adanya perbedaan pendapat itu. Seolah kita diberi opsi untuk ikut yang mana. Apalagi, kedua-duanya juga, pada level rekomendasi toh berkesimpulan serupa yaitu pentingnya vaksinasi Covid-19 di saat darurat pendemi seperti sekarang. MUI memang dalam fatwanya berpandangan AstraZeneca haram, tetapi boleh digunakan dalam kondisi darurat sebagaimana tertuang dalam lima catatan diperbolehkannya AstraZeneca. Selain darurat sebagaimana ditegaskan dalil-dalil syariat dan fakta di lapangan yang ditentukan otoritas dan para ahli.

Dan sampai detik ini, saya masih berbaik sangka dengan para ulama-ulama kita yang di MUI ataupun di PWNU. Mereka adalah orang pilihan yang dianugerahkan kepada kita, orang awam, untuk memilih jalan terbaik. Saya berkeyakinan pula, sampai detik ini, mereka akan bersepakat untuk kebaikan umat, bukan malah sebaliknya. Jadi ya tak perlu dibentur-benturkan.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement