Rabu 17 Mar 2021 20:02 WIB

Cerita Rolex Berharga Rp 700 Juta untuk "Paus" Edhy Prabowo

Dalam perkara korupsi ekspor benih lobster, Edhy Prabowo mendapatkan kode

Jurnalis mengambil gambar tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus suap ekspor benih lobster yang disiarkan secara virtual di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/3). Edhy menjadi saksi dalam sidang terdakwa, Pemilik sekaligus Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito.
Foto:

Dalam kesaksian untuk terdakwa penyuapnya, Suharjito, Edhy Prabowo mengakui pernah memerintahkan mantan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan M Zulficar Mochtar untuk mengurus benih lobster yang tertahan di Bandara Soekarno-Hatta.

"Saksi Zulficar Mochtar pernah tidak mau tanda tangan surat pengeluaran karena perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspor adalah perusahaan baru dan belum melakukan budi daya, lalu Saudara telepon Zulficar agar mengurus benih yang akan diekspor tapi tertahan di bandara, betul?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Siswandhono, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

"Betul saya dilaporkan Saudara Andreau ada beberapa perusahaan yang sudah sampai bandara tapi tidak bisa dikirim, biasanya kalau sudah di bandara tidak ada masalah, jadi saya minta Zulficar untuk meluruskan ini, karena biaya yang keluar sudah besar, kalau tidak jadi ekspor kan rugi," ujar Edhy.

"Saya intinya minta agar tidak disebut satu-satu perusahaan, karena saya tidak kenal perusahaannya," ujar Edhy.

Menurut Edhy, Zulficar pun menuruti perintahnya itu.

"Zulficar hanya mengatakan 'Baik Pak, baik Pak', hanya saya minta tindak lanjuti masalah, kan sudah di bandara kok bisa tidak jadi ekspor. Artinya rekomendasi sudah beres," kata Edhy pula.

Dalam sidang 3 Maret 2021, Zulficar Mochtar mengatakan, ia pernah ditelepon staf khusus Edhy Prabowo bernama Andreau Misanta dan menyebut Edhy Prabowo akan mencopot Zulficar, karena tidak menandatangani rekomendasi perusahaan pengekspor benih lobster.

"Saat diminta untuk tanda tangan rekomendasi pengekspor pada 9 Juli, saya tolak meski dari Dirjen Budi Daya sudah lolos, lalu Andreau lapor ke Menteri, kemudian Pak Menteri telepon saya, kemudian Andreau bilang 'Ficar ini akan dicopot oleh Menteri'," kata Zulficar di pengadilan pada Rabu (3/3).

"Pak Menteri mengatakan ke saya 'Pak Ficar sudah diloloskan saja perusahaan tersebut, barangnya sudah di bandara kalau gagal ekspor karena suratnya tidak keluar bisa-bisa barangnya rugi, kita yang bermasalah'. Saya katakan, baik saya cek lagi, secara administratif memang sudah lengkap semua," ujar Zulficar.

Akhirnya, Zulficar menandatangani dokumen persyaratan untuk PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Tania Asia Marina, UD Samudera Jaya, PT Grahafoods Indo Pasifik, dan PT Indotama Putra Wahana. Zulficar lalu memutuskan mundur dari KKP pada 14 Juli 2020, karena merasa tidak cocok dengan kebijakan Edhy Prabowo.

In Picture: Istri Edhy Prabowo Bersaksi dalam Sidang Kasus Ekspor Benur

photo
Istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang juga anggota DPR Fraksi Gerindra Iis Rosita Dewi bersaksi dalam sidang kasus ekspor benur dengan terdakwa Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (17/3/2021). Sidang Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai Rp2,146 miliar terkait impor Benih Bening Lobster (BBL) tersebut menghadirkan delapan saksi termasuk Edhy Prabowo yang dihadirkan secara virtual. - (Antara/Reno Esnir)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement