Kamis 11 Mar 2021 14:20 WIB

RUU Otsus Papua: Dana Otsus Naik 2,25 Persen

Pemberian dana otsus untuk Papua diusulkan untuk 20 tahun mendatang.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) menggelar aksi unjuk rasa mendukung Otonomi Khusus (Otsus Papua) di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.
Foto: Eva Rianti
Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) menggelar aksi unjuk rasa mendukung Otonomi Khusus (Otsus Papua) di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan DPR sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua dengan masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021. Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Otsus Papua yang diusulkan pemerintah, dana otsus naik menjadi 2,25 persen dari sebelumnya sebesar dua persen.

"e. penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2,25% (dua koma dua puluh lima persen) dari plafon Dana Alokasi Umum nasional," demikian bunyi ketentuan dalam Pasal 34 RUU Otsus Papua yang telah dikonfirmasi Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Maddaremmeng.

Baca Juga

Kemudian, lanjutan bunyi ketentuan itu bahwa besaran terdiri dari dua bagian. Pertama, penerimaan yang bersifat umum setara dengan satu persen dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional dan kedua, penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan setara dengan 1,25 persen dari plafon DAU nasional, terutama untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan.

Sementara, ketentuan dalam UU 21/2001 menyebutkan, dana alokasi khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memberikan prioritas kepada Provinsi Papua. Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan otsus yang besarnya setara dengan dua persen dari plafon DAU nasional, terutama untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, pemberian dana otsus kepada Papua harus diperpanjang hingga dua dekade mendatang. Salah satu alasannya, untuk memberikan kesempatan kepada Papua mengejar ketertinggalan mereka dibandingkan daerah lain.

Beberapa indikator penting menunjukkan, masyarakat Papua masih harus menghadapi kekurangan jika dibandingkan warga Indonesia lainnya, termasuk dari sisi kesehatan. Merujuk pada data Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK), Sri menyebutkan, dampak pembangunan kesehatan bagi Orang Asli Papua (OA) lebih rendah 4,23 tahun dibandingkan non-OAP.

"Kenapa kami usulkan 20 tahun lagi (dana otsus Papua, red)? Karena kami akan memberikan kesempatan lagi bagi Papua untuk mengejar karena Papua bagian dari RI," katanya dalam Rapat Kerja dengan Komite I DPD secara virtual, Selasa (26/1)

Di sisi lain, dampak pembangunan infrastruktur OAP lebih rendah dibandingkan non OAP. Sementara akses air minum layak 26,32 persen lebih rendah dari rata-rata nasional, akses sanitasi layak bahkan hampir 50 persen lebih rendah.

Tingkat kemiskinan OAP pun 1,7 hingga 1,9 kali lebih tinggi dibandingkan non OAP, sementara laju penurunan kemiskinannya 1,89 persen lebih lambat. Apabila kecenderungan ini tidak berubah, maka kesenjangan tingkat kemiskinan kedua kelompok akan semakin lebar ke depannya.

Sri menuturkan, apabila indikator-indikator ini masih menunjukkan ketertinggalan dari rerata nasional, maka dibutuhkan upaya pemerataan yang lebih signifikan. "Oleh karena itu, kami berikan dana pemihakan otsus 20 tahun lagi dengan tujuannya untuk mengurangi kesenjangan," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement