Selasa 09 Mar 2021 06:35 WIB

Laksamana Mas Pardi, Pendiri TNI Angkatan Laut

TNI AL ingin mengusulkan Laksamana Mas Pardi sebagai pahlawan nasional.

Kepala Dinas Sejarah Angkatan Laut (Kadisjarahal) Laksamana Pertama TNI Supardi (kanan).
Foto:

Pendiri TNI AL

Kepala Dinas Sejarah Angkatan Laut (Kadisjarahal) Laksamana Pertama TNI Supardi mengungkapkan, Laksamana Muda Mas Pardi merupakan pendiri Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL). Ia merupakan orang pertama yang menjadi Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL).

Bahkan sebagai pengembang ilmu pelayaran nasional. Turut serta menjadi delegasi Republik Indonesia pada Sidang Hukum Laut Internasional di Jenewa tahun 1958. "Namun demikian perjuangannya dalam membesarkan bidang maritim di Tanah Air  tidak banyak dikenal masyarakat Indonesia," kata Supardi, lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) 1990 atau angkatan ke 36 AAL.

Karena itulah, lanjut Supardi, Disjarahal mengangkat ketokohan maritim sang laksamana. Melalui dialog sejarah yang bertema 'Merunut Perjuangan Laksamana Mas Pardi untuk Ibu Pertiwi'. Kegiatan itu diselenggarakan di geladak Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Mas, Kamis (4/3/2021).

Supardi mengakui, kegiatan tersebut merupakan langkah awal untuk mengangkat nama dan perjuangan Laksamana Mas Pardi. Tentu saja agar bisa memberikan inspirasi bagi pembangunan nasional berbasis maritim. Sekaligus mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Dialog kesejarahan tersebut menampilkan tiga narasumber, yaitu Letkol Laut (Khusus) Heri Sutrisno dari Disjarahal, Capt. Hadi Supriyono, dosen senior Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang, dan  Dhanang Respati Puguh, Ketua Departemen Sejarah Universitas Diponegoro (Undip). Dialog dipandu Letkol Laut (Elektro) Elias Baratiku. Ini merupakan bagian dari kegiatan pelayaran Jakarta-Surabaya yang bertajuk Siar KRI Dewaruci.

Letkol Heri Sutrisno menyoroti perjuangan Laksamana Mas Pardi dalam membentuk dan mengembangkan TNI AL pada masa perang kemerdekaan. Menurutnya, profesi maritim Mas Pardi dimulai pada zaman penjajahan Belanda dengan memasuki sekolah pelayaran.

Dari situlah Mas Pardi  sebagai perwira di Gouvernement Marine (GM). Semacam coast guard di masa Hindia Belanda. Ilmu pelayarannya ditularkan pada masa pendudukan Jepang dengan menjadi guru Sekolah Pelayaran Tinggi (SPT).

Setelah Indonesia merdeka, lanjut Heri, Mas Pardi bersama para bahariawan Jakarta membentuk Badan Keamanan Rakyat Laut atau BKR Laut. Badan ini bertransformasi menjadi TKR Laut Mas Pardi  diangkat sebagai Pemimpin Umum TKR Laut. Semacam jabatan KSAL pada saat ini dengan pangkat Laksamana III atau Laksamana Muda untuk ukuran saat ini.

"Di tengah situasi yang sulit selama kemerdekaan Laksamana Mas Pardi meletakkan pondasi kekuatan TNI Angkatan Laut. Mengembangkan pangkalan, armada, pendidikan Angkatan Laut dan menggelar berbagai operasi laut ALRI selama perang kemerdekaan," kata Heri.

Dia merupakan alumnus jurusan sejarah Undip dan pendidikan sekolah perwira prajurit karier (Sepa PK) pada 1993. Pada 1 April 2021, Heri akan berpangkat Kolonel sesuai dengan jabatannya sebagai salah satu kepala sub Disjarahal.   

Capten Hadi Supriyono mengungkapkan peran Mas Pardi di Jawatan Pelayaran atau Ditjen Perhubungan Laut saat ini. Setelah perang kemerdekaan, perhatian sang laksamana tercurah pada pengembangan ilmu pelayaran.

Seperti halnya di AL masa sebelumnya, lanjut Hadi, sejak 1952 perhatian Mas Pardi pada pendidikan pelayaran diimplementasikan pada pendirian Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) di Jakarta. Juga Sekolah Pelayaran Semarang (SPS) yang saat ini dikenal sebagai Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang.

Dosen senior alumni sekolah pelayaran Del Helder ini menyatakan, Mas Pardi berupaya agar para pelaut Indonesia menjadi tuan di negara sendiri. Oleh karena itu pendidikan perwira pelaut harus terus dikembangkan agar bangsa Indonesia tidak lagi sebatas sebagai awak atau pegawai rendahan (jongos) di kapal.

Kapasitas keilmuan maritimnya tercermin dari buku-buku yang ditulisnya dan menjadi referensi utama di sekolah-sekolah pelayaran. Seperti buku Kuasailah Lautan Indonesia (1951), Pesawat Navigasi untuk Sekolah Pelayaran (1954), Almanak Nautika (1965), dan Ilmu Pelayaran Datar (1967).

Sedangkan Dhanang Respati menyatakan, penggalan-penggalan narasi tentang Laksamana Mas Pardi sudah menyuratkan dengan  jelas, tokoh ini bukan orang sembarangan. Namun demikian alumni doktor sejarah lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengingatkan, harus menyusun narasi yang lengkap dan komprehensif  dalam sebuah buku biografi.

Buku tersebut berisi latar belakang sosial budaya tokoh ini, perjuangan  dan perannya di berbagai bidang kemaritiman di tanah air. Termasuk bobot perannya dalam mengembangkan kemaritiman Indonesia.

Latar belakang sosial budaya untuk menjawab pencapaian prestasi Laksamana Mas Pardi. Berbagai tempat yang menjadi medan baktinya merupakan sumber inspirasi. Sedangkan bobot perjuangannya untuk menentukan kadar perjuangan dan kepahlawanan seorang Mas Pardi.

"Tentunya karya ini membutuhkan riset sejarah yang mendalam dan pada waktunya digunakan sebagai bagian dari pengusulan Laksamana Mas Pardi sebagai pahlawan nasional," ungkap Dhanang Respati.

Kegiatan dialog ini dihadiri oleh kalangan generasi muda dari mahasiswa dan Pramuka Saka Bahari. KRI Dewaruci berada di Semarang hingga 7 Maret 2021. Kemudian melanjutkan pelayarannya ke Tuban dan Surabaya. Sebelumnya kapal layar tiang tinggi TNI AL ini telah melaksanakan berbagai kegiatan kemaritiman di Cirebon.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement