Jumat 05 Mar 2021 09:21 WIB

Mengevaluasi Kinerja Kapolri

Belum pernah ada evaluasi akhir masa jabatan kapolri tentang seluruh rancangan kerja.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyampaikan keterangan pers saat bersilaturahmi di Kantor Pusat PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (29/1/2021). Silaturahmi tersebut dalam rangka menjaga sinergitas dan soliditas yang selama ini sudah terjalin antara Polri dan Muhammadiyah.
Foto:

Setidaknya ada tiga implikasi dari gagasan tentang evaluasi Kapolri di atas. Pertama, implikasi eksternal. Tersedia simpulan resmi oleh lembaga perwakilan, sebagai representasi masyarakat, tentang kinerja Kapolri bersangkutan serta posisi institusi Polri dari zaman ke zaman.

Simpulan tentang dinamisasi jangka panjang Polri menjadi kian relevan karena Komjen Listyo sendiri memotret transformasi Polri—secara berurutan—dari organisasi dengan fokus pada pembangunan kepercayaan masyarakat, berlanjut ke organisasi yang menekankan pada pembangunan kemitraan, dan akhirnya ke organisasi yang unggul. Di mana gerangan posisi Polri menjelang akhir masa jabatan Kapolri yang bersangkutan, itulah yang harus dicermati oleh lembaga-lembaga negara terkait.

Tentu, seperti dinamika pada organisasi-organisasi lainnya, transformasi institusi Polri tidak bisa dipastikan akan bergerak progresif. Secara realistis, institusi Polri bisa saja stagnan atau bahkan regresif.

Kapolri bersangkutan bisa saja mengklaim transformasi telah berlangsung positif. Tapi para pemangku kepentingan, dalam hal ini adalah lembaga perwakilan, sah-sah saja memiliki penilaian berbeda.

Rapor beragam itulah yang sangat perlu disodorkan kepada Polri lewat tangan Kapolrinya. Sekali lagi, DPD dan DPR RI adalah lembaga representatif yang berkepentingan sangat besar untuk maksud tersebut. Dengan mengadakan evaluasi, lembaga perwakilan akan dapat menepis citranya sebagai tukang stempel belaka.

Kedua, implikasi internal. Evaluasi terbuka akan memberikan penjelasan kepada seluruh anggota korps Tribrata tentang kekuatan dan kelemahan yang ada pada tubuh mereka. Segala pencapaian positif sewajarnya dipertahankan bahkan ditingkatkan lebih tinggi lagi. Sedangkan segala situasi aktual yang berada di bawah standar presentasi awal masa jabatan Kapolri patut disikapi sebagai utang yang harus ditunaikan oleh Kapolri berikutnya.

Dengan kata lain, lewat evaluasi, akan ada tugas kesinambungan kerja yang bisa ditangkap oleh seluruh jajaran Polri. Tugas Kapolri baru adalah membangun jembatan antara Polri periode sebelumnya dan Polri periode mendatang.

Ketiga, adanya mekanisme evaluasi kinerja Kapolri diharapkan akan menciptakan preseden positif bagi prosesi regenerasi Kapolri. Konkretnya, lembaga perwakilan dilibatkan tidak hanya menjelang terpilihnya Kapolri baru, tapi juga diikutsertakan sesaat setelah Presiden berencana akan melakukan pergantian Kapolri.

Secara normatif, sama sekali tidak menabrak konstitusi apabila lembaga perwakilan setuju atau tidak setuju terhadap calon Kapolri pilihan Presiden. Demikian pula, sah-sah saja jika lembaga perwakilan menyetujui atau menolak pergantian Kapolri, karena lembaga tersebut juga memiliki penilaiannya sendiri terhadap Tribrata 1.

Ketika lembaga perwakilan menentang pergantian Kapolri, lembaga dimaksud dapat menyampaikan pandangan-pandangannya kepada Presiden. Presiden, sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat ini, bisa mengamini maupun sebatas menyimak pandangan lembaga perwakilan tersebut.

Menilai kinerja Polri memang bukan perkara gampang. Begitu pula mengevaluasi kinerja Kapolri pada akhir masa tugasnya. Namun itu tetap harus dilakukan dengan acuan-acuan penilaian yang terukur. Alhasil, yang paling realistis adalah menilai Kapolri dengan mengacu pada isi makalah dan paparannya sendiri.

DPR seyogianya bisa menginisiasi evaluasi tersebut. Sekiranya mereka tidak siap, DPD RI—insya Allah—siap menjalankan aktivitas penting itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement