Kamis 04 Mar 2021 00:02 WIB

Saat Jaksa Tuding Saksi Terdakwa Penyuap Juliari Berbohong

Jaksa KPK menilai Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos berbohong.

Jurnalis merekam sidang perdana terdakwa penyuap mantan menteri sosial Juliari P Batubara, Hary Van Sidabukke, yang digelar secara virtual dari Pengadilan Tipikor di gedung KPK, Jakarta, Rabu (24/2/2021). Sidang perdana tersebut beragendakan pembacaan dakwaan kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar.
Foto: ANTARA / Reno Esnir
Jurnalis merekam sidang perdana terdakwa penyuap mantan menteri sosial Juliari P Batubara, Hary Van Sidabukke, yang digelar secara virtual dari Pengadilan Tipikor di gedung KPK, Jakarta, Rabu (24/2/2021). Sidang perdana tersebut beragendakan pembacaan dakwaan kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar.

REPUBLIKA.CO.ID, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mencecar Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Pepen Nazaruddin terkait istilah "bina lingkungan" dalam penunjukan vendor perusahaan penyediaan paket sembako Covid-19. Pepen pada Rabu (3/3) menjadi saksi untuk dua terdakwa penyuap mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja.

"Tahu tidak istilah bina lingkungan?" tanya JPU KPK M Nur Azis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Pepen menjawab tidak mengetahuinya. Namun, Azis tidak memercayai jawaban Pepen karena bina lingkungan merupakan istilah di Kemensos  mengenai jumlah kuota bansos Covid-19 yang dikelola Kemensos.

Pepen menjelaskan, istilah itu didengarnya, tapi yang memutuskan siapa perusahaan yang menang itu Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

"Jadi tahu ada bina lingkungan?" jaksa Azis, kembali bertanya.

"Mengenal tapi tidak tahu," jawab Pepen.

"Loh, bagaimana mengenal, tapi tidak tahu?" sergah jaksa Azis.

"PPK yang menyampaikan itu, tapi dalam pelaksanaa di tahap berikutnya kita harus cek perusahaannya kenapa dapat sekian paket lalu keceletuk istilah bina lingkungan, tapi saya tidak paham," jawab Pepen.

"Saudara ini sudah bohong di awal," ungkap jaksa Azis.

Baca juga : BIN Kembangkan Riset Hadapi Mutasi Virus Corona B117

Dalam perkara ini, Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari masing-masing senilai Rp 1,28 miliar dan Rp 1,95 miliar terkait penunjukan perusahaan penyedia bansos sembako Covid-19.

Dalam dakwaan Ardian disebutkan, Kabiro Umum Sekretariat Jenderal Kemensos sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 Matheus Joko melakukan kegiatan untuk kepentingan bina lingkungan, yaitu membagi-bagi jatah kepada pihak Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, dan para pejabat lainnya, baik di lingkungan Kemensos maupun pada kementerian dan lembaga lain yang sebagian dari paket tersebut dikerjakan Ardian Iskandar Maddanatja.

"Ada yang minta dibantu perusahaannya oleh saudara?" tanya Jaksa Azis.

"Ada 6 atau 7 perusahaan, tapi saya sampaikan agar langsung ke KPA-nya," jawab Pepen.

"Apakah perusahaan itu akhirnya ditunjuk sebagai vendor?" tanya Jaksa Azis.

"Saya tidak paham karena KPA dan PPK yang memilih, saya tidak paham karena tidak memperhatikan lagi setelah itu," jawab Pepen.

Salah satu perusahaan yang menemui Pepen adalah PT Tigapilar Agro Utama yang diperkenalkan oleh Isro Budi Nauli Batubara.

"Isro Budi teman pengajian saya katanya mau ikut pengadaan, saya katakan silakan ke KPA," ungkap Pepen.

Isro Budi menemui Pepen bersama dengan keponakannya bernama Nuzulia di salah satu kafe di Jakarta. PT Tiga Pilar Agro Utama akhirnya ditunjuk sebagai vendor sembako dan Pepen bahkan pergi ke gudang penyimpanan barang di Babelan.

"Tapi, tidak ada ucapan terima kasih ke saya," ungkap Pepen.

Pepen juga mengaku tidak membuat pengumuman bagi perusahaan-perusahaan untuk mendaftar sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 Jabodetabek. Pagu bansos sembako di Jabodetabek adalah sebesar Rp 6,84 triliun dalam 12 tahap untuk April-November 2020 dengan tiap tahap sebanyak 1,9 juta paket sehingga totalnya 22,8 juta paket sembako.

Anggaran Rp 6,84 triliun itu dikelola Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) di Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos yang akan disalurkan pada April-November 2020 sebanyak 19 juta paket sembako masing-masing senilai Rp 300 ribu per paket.

Baca juga : Tak Beri Toleransi Penyuapan, Ini Lima Langkah Sri Mulyani

"Pola pengadaan langsung sudah dibahas sejak awal melalui diskusi dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) yang kesimpulannya memungkinkan saat pandemi ada penunjukan langsung," ungkap Pepen.

Menurut Pepen, dari sekitar 20 persuahaan yang diundang, hanya lima perusahaan yang mendaftar sebagai perusahaan penyedia sembako tahap I.

"Dari yang datang 20 (perusahaan), tapi yang daftar hanya lima, perusahaannya ada yang dari BUMN, swasta, dan saya juga tidak tahu siapa yang menang akhirnya karena yang menentukan KPA dan PPK," kata Pepen menambahkan.

"Ada yang minta dibantu perusahaannya oleh saudara?" tanya Jaksa Azis.

"Ada enam atau tujuh perusahaan, tapi saya sampaikan agar langsung ke lantai 3, ada direktur dan timnya nanti," jawab Pepen.

"Terkait bansos ada saudara cawe-case yang lain?" tanya jaksa Azis.

"Tidak," jawab Pepen.

"Nanti saya singgung terus saudara kaget!" kata Jaksa Azis.

Seperti diketahui, kasus suap bansos Covid-19 telah menersangkakan lima orang. Juliari diduga menerima suap senilai Rp 17 miliar dari fee pengadaan bansos sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi Wahyono dengan nilai sekira Rp 8,2 miliar.

photo
Edhy dan Juliari Layak Dituntut Mati - (Infografis Republika.co.id)

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement