Rabu 03 Mar 2021 13:39 WIB

Legislator: Jangan Sebar Hoaks Terkait Perpres 10/2021

Sebelumnya, Presiden mencabut Lampiran III Perpres 10/2021. 

Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP, Asrul Sani.
Foto: Antara/Resno Esnir
Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP, Asrul Sani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta, pihak-pihak yang tidak mengerti teknis perubahan peraturan perundang-undangan jangan menyebarkan hoaks terkait dengan langkah Presiden Jokowi yang telah mencabut Lampiran III Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Pasalnya, soal prosedur dan teknis hukumnya sudah ada aturannya yang menginduk pada Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan dan UU perubahannya (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, red).

Menurut dia, poin yang disampaikan Presiden Jokowi yang mencabut Lampiran III Perpres 10/2021 merupakan pernyataan tentang kebijakan. Teknisnya ke depan adalah dengan merevisi Perpres 10/2021 yaitu dengan menyatakan menghapus lampiran perpres tersebut sepanjang yang menyangkut investasi minuman keras.

"Nanti pemerintah tinggal mengeluarkan revisi perpres tersebut," ujarnya, Rabu (3/3).

Wakil Ketua Umum DPP PPP itu menilai, tidak harus seluruh isi dan lampiran Perpres 10/2021 dicabut dulu, lalu dibatalkan. Hal itu seperti perubahan undang-undangan.

Kalau yang diubah hanya pasal tertentu, kata dia, maka bukan UU yang dibatalkan. Melainkan cukup dengan membuat rancangan undang-undang (RUU) tentang perubahan atas UU yang isinya mengubah pasal tertentu tersebut.

Sebelumnya, Presiden mencabut Lampiran III Perpres 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang di dalamnya mengatur izin investasi minuman keras. "Bersama ini saya sampaikan saya putuskan lampiran perpres terkait dengan pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Presiden Jokowi dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden yang dilihat di Jakarta, Selasa (2/3).

Presiden Jokowi menyebut, keputusan itu diambilnya setelah mendengar berbagai masukan, misalnya dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya serta tokoh-tokoh agama lain serta juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement