REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan kebijakan pemerintah memberlakukan libur panjang pada kurun waktu 2020 berimplikasi pada peningkatan angka kematian.
"Ada implikasi kematian pada setiap agenda libur panjang pada setahun ke belakang," katanya saat menyampaikan keterangan kepada wartawan dalam acara bertajuk "Perkembangan Penanganan Covid-19 dan Tanya Jawab Media yang ditayangkan secara daring dari Media Center Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Selasa (2/3) sore.
Wiku mengatakan penambahan angka kematian penduduk di sejumlah daerah akibat Covid-19 di luar agenda libur panjang berkisar 50 hingga 900 orang. Namun pada bulan yang berlaku libur panjang, kata Wiku, angka kematian meningkat tajam hingga berkisar 1.000-2.000 orang.
Dilansir dari laporan Tim Satgas Covid-19, agenda libur panjang juga berimplikasi pada penambahan kasus penularan Covid-19. Misalnya yang terjadi pada kurun Agustus-Oktober 2020 mengalami peningkatan sebanyak 42,3 persen. Selanjutnya di November-Desember 2020 dan Januari 2021 bertambah sekitar 190.191 kasus positif Covid-19.
Atas laporan tersebut, Wiku berkesimpulan bahwa keputusan kolektif libur panjang saat pandemi tidak bijak. Alasannya, keputusan tersebut telah berdampak pada kematian akibat Covid-19. "Dalam sebulan kita kehilangan 1.000 nyawa karena memilih berlibur. Saat awal tahun, hendaknya pemerintah dan masyarakat belajar untuk membuat keputusan bijaksana," katanya.