REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan, menilai implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tidak melonggarkan pembatasan konsumsi minuman beralkohol. Pingkan mengatakan regulasi ini tidak mengubah ketentuan sebelumnya mengenai pembatasan konsumsi maupun distribusi minuman beralkohol yang sudah diatur pemerintah.
Untuk itu, ia mengharapkan agar masyarakat dan aparat keamanan terinformasikan dengan benar terkait penerbitan Perpres tersebut dan tidak terbawa oleh polemik yang terjadi di publik saat ini. "Pemahaman yang memadai oleh aparat dan masyarakat sangat diperlukan supaya tidak terjadi aksi-aksi yang nantinya berdampak negatif pada kondusivitas situasi dan kondisi dalam negeri. Situasi yang kondusif saat ini sangat dibutuhkan sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi," katanya, Selasa (2/3).
Pingkan mengatakan sosialisasi dari Perpres ini juga dibutuhkan mengingat adanya respons yang menentang dengan mengedepankan asas moralitas dan agama, padahal regulasi tersebut mendapatkan sambutan dari daerah yang memiliki minuman beralkohol tradisional. "Perpres ini membuka peluang adanya sumber-sumber ekonomi baru, lahan pekerjaan baru dan memungkinkan adanya pendapatan negara karena industri rumahan yang memproduksinya sudah terikat ketentuan pemerintah, misalnya tentang kewajiban membayar pajak. Di sisi lain, mereka juga terikat ketentuan soal standar produksi, distribusi dan konsumsi minuman beralkohol," katanya.
Namun, Pingkan juga mengkritisi alasan pemerintah untuk mengikutsertakan Papua dalam Daftar Positif Investasi (DPI) di Perpres tersebut. Karena Papua telah memiliki Peraturan Daerah yang restriktif kepada minuman beralkohol dan tidak sesuai dengan potensi pemberdayaan daerah.
Kebijakan perizinan investasi bagi industri minuman beralkohol di Papua, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara tertuang dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken Presiden Jokowi pada 2 Februari 2021. Perpres tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca juga : Miras Suku Indian dan Miras Papua
Berdasarkan Perpres tersebut, industri minuman beralkohol dapat memperoleh investasi dari berbagai sumber, baik investor asing maupun investor domestik. Dengan izin itu, koperasi hingga UMKM juga dapat menyuntikkan investasi kepada industri minuman beralkohol.
Regulasi tersebut tercantum dalam lampiran III Perpres, yakni soal daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Bidang usaha minuman beralkohol masuk di dalamnya.
Salah satu alasan pemerintah membuka peluang investasi tersebut secara terbatas adalah agar kegiatan yang sudah ada dan berbasis budaya atau kearifan lokal menjadi legal, sehingga dapat menguatkan pengawasan dan kontrol atas produksi dan distribusi.