REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Illiza Sa’aduddin Djamal meminta pemerintah meninjau ulang rencana investasi minuman keras (miras) dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Menurut dia, jangan sampai keinginan menarik investasi justru menghancurkan tatanan sosial.
"Investasi yang diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, malah bisa menimbulkan kekacauan sosial seperti yang disebabkan oleh peredaran miras," ujar Illiza dalam keterangan tertulisnya, Ahad (28/2).
Dalam Lampiran III Perpres 10/2021 pada angka 31, 32, dan 33 ditetapkan, bidang usaha industri minuman keras mengandung alkohol, alkohol anggur, dan malt terbuka untuk penanaman modal baru di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan setempat. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah diteken Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Illiza mengatakan, pemerintah perlu meninjau ulang rencana investasi miras karena hanya akan membuat peredaran dan konsumen miras meningkat. Ia meyakini akan semakin banyak anak di bawah umur yang mengkonsumsi miras.
Di samping itu, Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyebut, miras sangat berbahaya karena sejalan dengan meningkatnya jumlah kriminalitas. Baru-baru ini, ada oknum polisi yang mabuk dan bersenjata melakukan penembakan di kafe kemudian menewaskan tiga orang.
Baca juga : PBNU: Kiai Said Sudah Lama Tolak Investasi Miras
Lalu, kerap ada berita tentang kekerasan di rumah tangga (KDRT) oleh pelaku yang mabuk, korbannya mayoritas adalah perempuan dan anak. Pelecehan seksual bahkan pemerkosaan pun berpotensi mudah terjadi karena pelaku di bawah pengaruh minuman alkohol.
Menurut Illiza, salah satu solusinya adalah payung hukum di tingkat Undang-Undang untuk mengendalikan peredaran miras. Kehadiran UU ini pun bukan berarti membuat miras benar-benar hilang di Indonesia.
"Kehadiran UU ini bukan berarti membuat miras benar-benar hilang di Indonesia, namun mengendalikannya dan bisa dikonsumsi oleh orang dan di tempat yang sudah ditentukan," kata Illiza.