Kamis 25 Feb 2021 22:07 WIB

Djoko Tjandra Nilai Action Plan Sebagai Proposal Penipuan

Djoko Tjandra mengaku menolak action plan pembebasan dirinya dari jerat hukum.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Djoko Tjandra
Foto: Antara/Galih Pradipta
Djoko Tjandra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Djoko Tjandra mengungkapkan alasannya menolak action plan yang berisi 10 poin yang diterimanya dari Andi Irfan Jaya. Menurut Djoko Tjandra, action plan tersebut adalah proposal penipuan.

Hal tersebut diungkapkan Djoko Tjandra saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa perkara dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/2).

Baca Juga

"Itu proposal penipuan. Saya tidak mau lagi ketemu sama orang- orang itu dan saya minta jangan lagi ketemu saya. Saya block. saya block setelah saya terima action plan," ujar Djoko Tjandra.

"Saya anggap itu proposal itu adalah modus dalam tanda kutip,  ini adalah penipuan, pemerasan," tambah Djoko Tjandra.

Penuntut umum pun menanyakan kepada Djoko Tjandra mendapatkan action plan tersebut. Ia mengaku mendapatkan melalui pesan elektronik.

"Soal action plan, saudara mendapat tanggal 29 Oktober 2019, darimana dan bagaimana caranya mendapat action plan?" cecar Jaksa Zulkipli.

"Dikirim melalui WhatsApp oleh Andi Irfan Jaya," jawabnya.

Setelah menerima 10 butir action plan tersebut, Djoko Tjandra mengaku ragu dengan rencana yang disusun Andi, Anita dan Pinangki tersebut. "Setelah saya terima action plan itu, saya baca dari 10 butir action plan, tidak ada satu dari action plan itu yang bisa saya mengerti, maksudnya, satu, misalkan, meminta kepada saya memberikan security deposit dengan memberikan hak-hak absolut, substitusi, untuk menggadaikan aset saya, memberikan wewenang kepada mereka menentukan harga dan menjual dengan waktu kapan saja," ujar Djoko Tjandra.

"Security deposit yang dimintakan kepada saya itu, itu selama hidup saya selama ini sebagai pengusaha lebih dari 55 tahun, tidak pernah saya baca surat kuasa seperti itu," tambahnya.

Djoko Tjandra juga meragukan rencana kerja di poin kedua terkait rencana Kejaksaan Agung (Kejagung) bersurat ke Mahkamah Agung (MA). "Saya menganggap itu sesuatu yang tidak lazim, dan tidak mungkin bisa terjadi," kata dia.

"Apa mungkin surat kepada Kejaksaan Agung atau Mahkamah Agung bisa terjadi dalam waktu satu hari. Saya menyatakan tidak ingin uang 10 juta itu terkait dengan masalah sama pejabat di dalam action plan. karena saya sangat menghormati ketua MA saat itu," tutur Djoko Tjandra.

"Saya tidak ingin uang saya atau keinginan saya dipakai sebagai suap kepada pejabat besar. oleh sebab itu saya katakan ke Andi, sudah jangan buang waktu, kita berakhirkan saja action plan ini, " tambahnya.

Ia pun mengaku kesal dengan sebagian besar isi action plan yang membicarakan uang. Padahal, kegiatan kerja belum tertuang dalam action plan.

"Bagaimana mungkin Anda baru terima uang 50 persen terus meminta lagi 25 persen konsultan fee, yang mana mereka belum juga kerja," ujar Djoko Tjandra.

Hakim Muhammad Damis pun menanyakan kepada Djoko Tjandra apakah ada rincian biaya yang diusulkan untuk pelaksanaan rencana penerbitan fatwa. Djoko mengaku tidak ada ada rincian biaya tersebut.

"Tidak ada sama sekali, yang ada di samping 1 juta dolar AS berupa legal fee, kedua media fee 500 ribu dollar AS, lalu 10 juta dolar itu permintaannya untuk success fee terhadap fatwa, " ungkap Djoko Tjandra.

"Di antara 10 juta dolar AS itu ada yang disebutkan untuk pejabat tinggi?" cecar Hakim.

"Tidak pernah disebutkan," jawab Djoko Tjandra.

Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement